Kohesi Teks Siswa Rendah: Pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional Dinilai Perlu Diintegrasikan
Chairunnisa Pratami (Mahasiswa MPBSI 2024)--
Kajian ini bertujuan memetakan pola relasi makna yang autentik dalam wacana digital dan jurnalistik sehingga dapat dijadikan tambahan materi pembelajaran bagi siswa.
Data dikumpulkan dari unggahan Instagram @menjadimanusia.id serta berita kanal pendidikan Radar Lampung edisi Juli 2025, lalu dianalisis menggunakan pendekatan LSF untuk mengidentifikasi hubungan logikosemantik yang dominan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konjungsi eksternal muncul jauh lebih dominan dibandingkan konjungsi internal dengan total 371 kemunculan dari 412 data. Hal ini menandakan bahwa wacana digital dan jurnalistik lebih banyak membangun hubungan antarperistiwa daripada hubungan penalaran dalam teks.
Temuan penelitian tersebut kemudian dioperasionalkan dalam bentuk modul digital menulis teks tanggapan yang dikembangkan untuk membantu peserta didik memahami mekanisme kohesi melalui contoh nyata dan latihan terstruktur.
Modul tersebut diuji keefektifannya melalui teknik penilaian prates dan pascates di tiga sekolah, yakni MTsN 1 Pesawaran, SMPN 23 Bandar Lampung, dan MTsN 1 Bandar Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan kenaikan signifikan kemampuan siswa dalam membangun kohesi teks, termasuk dalam penggunaan konjungsi eksternal (dan, karena, tetapi) maupun konjungsi internal (selain itu, namun, dengan demikian). Peningkatan tersebut tecermin dari hasil uji statistik, yakni kenaikan rata-rata nilai prates 69,29 menjadi 85,37 pada pascates, dengan rata-rata N-gain sebesar 0,55 yang berada pada kategori sedang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa modul digital tersebut sangat layak digunakan dalam pembelajaran karena mampu meningkatkan kemampuan kohesi dan pemahaman hubungan logikosemantik siswa dalam menulis teks.
Upaya peningkatan literasi berbahasa harus diarahkan pada penguatan kemampuan berpikir kritis siswa. Kohesi teks, yang merefleksikan kemampuan menghubungkan ide secara logis, merupakan fondasi penting bagi kemampuan tersebut.
Oleh karena itu, penulis menyakini langkah kecil ini merupakan titik awal penting untuk membangun kompetensi literasi yang lebih kuat melalui dukungan pemerintah dan sekolah untuk menjadikan pembelajaran berbasis LSF sebagai salah satu alternatif pengembangan kompetensi menulis.
Di sisi lain, sejumlah guru menyampaikan bahwa integrasi LSF membutuhkan dukungan pelatihan berkelanjutan dan waktu pembelajaran yang cukup. Tanpa dukungan tersebut, pendekatan ini berpotensi hanya menjadi konsep teoretis tanpa penerapan nyata di kelas.
Seiring meningkatnya tuntutan literasi dalam kurikulum, pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan tidak hanya menekankan pemahaman bentuk teks, tetapi juga kemampuan membangun makna secara mendalam.
Penguatan kohesi teks, melalui pendekatan linguistik seperti Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), menjadi langkah penting dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan komunikasi akademik maupun profesional di masa mendatang. (*)