Kohesi Teks Siswa Rendah: Pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional Dinilai Perlu Diintegrasikan

Chairunnisa Pratami (Mahasiswa MPBSI 2024)--

oleh Chairunnisa Pratami (Mahasiswa MPBSI 2024)

 

Kemampuan peserta didik dalam menghasilkan teks yang runtut dan padu masih menjadi salah satu problematika utama pembelajaran Bahasa Indonesia. Rendahnya kohesi teks tampak dari banyaknya tulisan siswa yang belum mampu menampilkan hubungan logis antargagasan.

Akibatnya, teks menjadi tidak padu dan sulit dipahami. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan menghubungkan ide belum berkembang seimbang dengan kemampuan menulisnya.

Berdasarkan penyebaran angket dan wawancara terhadap empat guru Bahasa Indonesia di MTsN 1 Pesawaran diketahui bahwa siswa dapat menuliskan ide, tetapi sering gagal menghubungkannya secara logis.

“Teks yang mereka buat biasanya langsung melompat dari satu gagasan ke gagasan lain tanpa penghubung yang jelas,” ujar Muthmainnah, S.Pd.

Temuan ini menegaskan bahwa persoalan kohesi bukan hanya terjadi pada sebagian kecil siswa, melainkan juga menjadi pola yang berulang hampir di seluruh kelas.

Siswa sering menggunakan konjungsi tanpa melihat hubungan makna yang hendak dibangun. Padahal, kohesi teks sangat bergantung pada kemampuan menghubungkan ide secara tepat.

Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kohesi teks siswa adalah dengan mengenalkan dan mengajarkan penggunaan konjungsi melalui pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).

Pendekatan LSF yang dikembangkan oleh Halliday membagi konjungsi ke dalam dua jenis utama, yakni konjungsi eksternal dan internal. Konjungsi eksternal menghubungkan peristiwa atau fakta dalam dunia nyata, sedangkan konjungsi internal yang menghubungkan gagasan atau penalaran di dalam teks.

Pemahaman atas kedua jenis konjungsi ini membantu siswa memahami cara kerja kohesi secara lebih mendalam, bukan sekadar menghafal kategori “kata hubung”.

Pendekatan LSF dinilai relevan karena menawarkan kerangka yang lebih operasional dalam membangun hubungan logikosemantik antargagasan, misalnya hubungan adisi, komparasi, waktu, dan konsekuensi.

Dengan memahami perbedaan fungsi masing-masing konjungsi, siswa belajar menyusun teks secara lebih terstruktur dan argumentatif. Konjungsi bukan hanya alat menghubungkan klausa, melainkan juga pembentuk alur berpikir.

Sebagai salah satu realisasi pemikiran tersebut, penulis melakukan kajian terhadap penggunaan konjungsi eksternal dan internal dalam media sosial dan media massa.

Tag
Share