Menulis Cerpen Jadi Tantangan: Apresiasi Sastra Lemah, Kreativitas Siswa Terhambat

Jauza Najla Naufalia (Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung 2024)--

Oleh: Jauza Najla Naufalia dan Mulyanto Widodo

 

 

Perkembangan teknologi digital mengubah cara peserta didik berinteraksi dengan teks, termasuk teks sastra. Akses informasi yang serbacepat dan berorientasi visual membuat karya sastra sering kurang mendapat perhatian yang memadai.

Kondisi ini berdampak pada rendahnya apresiasi terhadap sastra, terlihat dari kecenderungan siswa memahami karya secara dangkal, menjadikan teks sekadar materi hafalan, serta kurang menunjukkan kemampuan menelaah nilai estetik maupun aspek interpretatif.

Lemahnya apresiasi ini tidak hanya mengurangi kemampuan memahami karya sastra, tetapi juga menurunkan kepekaan siswa terhadap fungsi sastra sebagai wahana refleksi, imajinasi, dan pembentukan karakter.

Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, rendahnya apresiasi sastra berimplikasi langsung pada mutu karya kreatif siswa, termasuk dalam penulisan cerpen.

Cerpen sebagai bentuk ekspresi naratif menuntut kemampuan mengembangkan imajinasi, menyusun struktur alur, memahami karakter, serta memanfaatkan bahasa secara estetik.

Ketika peserta didik tidak memiliki keterpaparan yang memadai terhadap karya sastra berkualitas atau tidak terbiasa melakukan pembacaan mendalam, kemampuan tersebut tidak berkembang secara optimal.

Keterbatasan ini sering terlihat dari cerpen yang alurnya kurang jelas, karakter yang datar, atau penggunaan diksi yang sederhana dan tidak variatif.


Jauza Najla Naufalia (Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung 2024)--

Akibatnya, penulisan cerpen sering kali hanya menghasilkan teks yang informatif, dangkal, atau meniru pola populer di media digital, tanpa menunjukkan eksplorasi gagasan atau kreativitas yang substansial.

Bahkan, dalam beberapa kasus, cerpen tampak lebih mengikuti tren media sosial daripada mengekspresikan pemikiran dan perasaan yang orisinal. Hal ini menegaskan bahwa kemampuan menulis cerpen sangat bergantung pada fondasi apresiasi sastra yang kuat.

Kondisi tersebut menunjukkan kebutuhan untuk memperkuat pembelajaran apresiasi sastra secara sistematis. Penguatan ini tidak hanya berkaitan dengan penyediaan materi bacaan, tetapi juga dengan pengembangan strategi pedagogis yang menekankan pembacaan kritis, interpretasi mendalam, serta pembiasaan siswa terhadap keberagaman genre sastra.

Tag
Share