Yamaha LT
Mitsubishi

PH Klaim Bukti Tambahan Tidak Jelas Perbuatan Pidana dan Alat Bukti Kejaksaan

Sidang praperadilan Direktur Utama PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, memasuki hari ketiga dengan agenda penyerahan bukti tambahan.--

BANDARLAMPUNG — Sidang praperadilan Direktur Utama PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, memasuki hari ketiga dengan agenda penyerahan bukti tambahan.

Namun hingga hari ini, Kejaksaan Tinggi Lampung belum dapat menjawab dengan jelas apa perbuatan pidana yang dituduhkan kepada Direksi dan Komisaris PT LEB dalam perkara dugaan Tipikor dana Participating Interest (PI) 10%.

“Sudah tiga hari sidang, tetapi apa persisnya perbuatan melawan hukum yang dilakukan klien kami tetap misterius,” ujar Riki Martim, penasihat hukum Pemohon, usai persidangan.

“Bahkan berapa kerugian negara, siapa pelakunya, dan apa hubungan perbuatan dengan kerugian, tidak pernah diuraikan oleh Kejaksaan.”

BACA JUGA:GATE System untuk Blokir dan Cegah Judol Akan Diimplementasikan

Kejaksaan Tidak Pernah Memeriksa Calon Tersangka, Bertentangan dengan MK 21/2014.

Dalam jawaban praperadilan, Kejaksaan menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan pemeriksaan dalam kapasitas sebagai calon tersangka, dengan alasan Pemeriksaan calon tersangka tidak dikenal dalam KUHAP dan hanya terdapat dalam pertimbangan Putusan MK, sehingga tidak mengikat.

Pernyataan ini dibantah tegas oleh kuasa hukum. “Itu sesat pikir,” tegas Riki Martim.

Karena menurutnya, Putusan MK 21/PUU-XII/2014 secara eksplisit mewajibkan calon tersangka harus pernah diperiksa secara materiil, bukan sebatas identitas.

Pemeriksaan ini adalah hak konstitusional untuk mengetahui tuduhan dan memberi klarifikasi dan menjadi bagian dari hak warga negara sesuai Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Lebih lanjut, Riki menjelaskan bahwa pertimbangan hukum MK adalah ratio decidendi yang mengikat. Tidak ada konsep dalam hukum yang menyatakan hanya “amar putusan” yang mengikat.

"Seluruh putusan MK bersifat final & binding, tidak memerlukan aturan pelaksana. MK itu self-executing. Tidak perlu menunggu undang-undang baru. Semua lembaga negara wajib tunduk,” tambah Riki.

Pemohon menyerahkan bukti tambahan antara lain Putusan MK 21/2014 yang menetapkan kewajiban pemeriksaan calon tersangka secara materiil sebelum ditetapkan tersangka. Itu artinya:

"Jika seseorang ditetapkan tersangka tanpa tahu apa perbuatannya dan tanpa pernah diperiksa secara materiil, penetapan itu batal demi hukum," kata Riki menegaskan.

Tag
Share