Pascapandemi Covid-19, Produksi Tempe Galang Turun
INDUSTRI TEMPE: Sejumlah pelajar saat berkunjung ke industri tempe Galang di Kelurahan Gunungsulah, Kecamatan Wayhalim, Bandarlampung. --FOTO ISTIMEWA
BANDARLAMPUNG - Produksi tempe Galang milik Sutrisno (55) di Kelurahan Gunungsulah, Kecamatan Wayhalim, Bandarlampung, mengalami penurunan. Penurunan produksi ini setelah pandemi Covid-19.
Sutrisno mengatakan sebelumnya mampu memproduksi sekitar seribu bungkus tempe per hari dengan kedelai 50 kilogram. ’’Sekarang produksinya menurun hanya sekitar 30 kilogram per hari. Penurunan ini setelah Covid-19,’’ katanya
Industri tempe ini, kata Sutrisno, sudah berjalan sekitar 10 tahun dikelola bersama istri. Sutrisno mengatakan, apabila produksi tempe dilakukan orang lain kualitas dan rasa tempe tidak terjamin. ’’Jadi kami memilih untuk memproduksi sendiri,’’ ujarnya.
Setiap hari, kata Sutrisno, mampu menjual sekitar 850 bungkus tempe dan selalu habis. ’’Saya sudah punya pelanggan tetap, ada yang di Pasar Koga, sekolah, dan masyarakat sekitar,” katanya.
Penjualannya, kata Sutrisno, saat ini dilakukan hanya melalui WhatsApp. ’’Harga tempe yang ditetapkan pun berbeda. Untuk masyarakat sekitar, saya jual sebungkus Rp1.000. Kalau untuk pelanggan tetap, saya jual Rp5.000 dapat enam bungkus,’’ ungkapnya.
Persaingan usaha pun dialami Sutrisno. ’’Sekarang yang jual tempe banyak, tapi konsumen kan cari rasa. Tempe yang saya jual bisa bertahan 3-4 hari dan tidak gampang busuk,” ucapnya.
Sutrisno mengatakan hanya menjual tempe yang berbentuk persegi. ’’Pernah menjual tempe dengan ukuran besar. Namun, kurang diminati pelanggan.
Sutrisno mengungkapkan bahwa dirinya memproduksi tempe setiap hari. ’’Kalau libur, pelanggan terkadang meminta jumlah tempe lebih banyak agar dapat memenuhi kebutuhan mereka,’’ ucapnya. (*)