Komisi III Segera Panggil Manajemen Living Plaza
Radar Lampung Baca Koran--
Irfan menilai, sikap DLH dan Pemkot Bandarlampung yang meloloskan izin lingkungan untuk proyek tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap aspirasi publik dan prinsip keberlanjutan lingkungan hidup.
Pihaknya juga menyayangkan sikap DPRD Kota Bandar Lampung yang dinilai pasif dalam menyikapi persoalan ini.
Menurutnya, DPRD memiliki kewenangan untuk turun langsung meninjau lokasi dan menghentikan aktivitas pembangunan apabila ditemukan indikasi pelanggaran terhadap izin lingkungan.
“DPRD harusnya bertindak. Mereka memiliki hak untuk meninjau lokasi dan menghentikan aktivitas pembangunan. Ini bukan semata soal investasi, tapi soal keselamatan dan dampak lingkungan bagi masyarakat sekitar,” tegasnya.
WALHI Lampung juga mendesak agar DPRD memanggil dan meminta DLH meninjau ulang izin lingkungan proyek Living Plaza Lampung.
Selain itu, DPRD disebut memiliki hak untuk menegur Wali Kota Bandar Lampung apabila dianggap membiarkan atau justru memerintahkan bawahannya menerbitkan izin di lokasi yang dipersoalkan.
“DPRD bisa meminta DLH melakukan peninjauan ulang, termasuk menegur Wali kota karena membiarkan terbitnya izin lingkungan di lokasi tersebut,” pungkas Irfan.
WALHI juga menegaskan akan terus memantau proses pembangunan proyek Living Plaza Lampung dan memastikan agar setiap kebijakan pembangunan tetap berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk proyek pembangunan Living Plaza Lampung di Rajabasa Nunyai telah dimiliki pihak pengembang sejak tahun 2021.
Hal tersebut disampaikan Kepala DLH Kota Bandar Lampung, Yusnadi Ferianto, saat ditemui pada Rabu (15/10/2025). Ia menjelaskan bahwa proses AMDAL tersebut sudah dilakukan beberapa tahun lalu dan sempat tertunda akibat pandemi Covid-19.
“Ada untuk izin AMDAL-nya. Setahu saya, itu sempat berhenti karena terkena dampak Covid-19 dan sekarang dilanjutkan,” ujar Yusnadi.
Lebih lanjut, Yusnadi menyebut bahwa dokumen AMDAL tersebut disusun sebelum dirinya menjabat sebagai Kepala DLH. Ia memastikan bahwa proses penyusunannya sudah melalui tahapan sesuai aturan yang berlaku, termasuk melibatkan masyarakat sekitar ýang diketahui tidak sedikit menolaknya.
“AMDAL ini prosesnya panjang, dan pasti ada persetujuan masyarakat dalam prosesnya. Semua dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Terkait dengan rencana tata letak atau siteplan pembangunan, Yusnadi mengaku pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam hal tersebut.
“Untuk site plan-nya bisa ditanyakan langsung kepada Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat (Disperkim). Tapi kalau soal AMDAL, memang sudah ada,” tegasnya.