Disdag Bandar Lampung Targetkan Retribusi Pasar Capai Rp3 Miliar pada 2025

Disdag Bandarlampung optimistis mencapai target retribusi pasar sebesar Rp3 miliar tahun 2025 dari sektor kios dan pedagang hamparan. -FOTO DOK. RADAR LAMPUNG -
BANDARLAMPUNG – Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Bandarlampung menargetkan pendapatan dari retribusi pasar mencapai Rp3 miliar pada tahun 2025.
Target tersebut diperoleh dari pungutan retribusi harian pedagang di seluruh pasar tradisional di Kota Tapis Berseri.
Kepala Disdag Kota Bandar Lampung, Erwin, mengatakan besaran retribusi disesuaikan dengan jenis tempat berjualan. Untuk pedagang hamparan dikenakan tarif Rp2.000 per hari, sementara pedagang kios permanen dikenakan Rp3.000 per hari.
“Retribusi ini kami tarik setiap hari. Masing-masing OPD memiliki target pendapatan masing-masing, dan untuk Disdag bersumber dari sektor retribusi kios,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).
Erwin menjelaskan, pengelolaan pasar melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya. Misalnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bertanggung jawab terhadap retribusi kebersihan, sementara Dinas Perhubungan (Dishub) mengelola retribusi parkir.
“Kalau kami hanya menarik retribusi untuk pedagang hamparan dan kios. Kebersihan jadi tanggung jawab DLH, sedangkan parkir dikelola Dishub. Jadi di pasar memang ada beberapa jenis retribusi yang melibatkan OPD berbeda,” jelasnya.
Ia menambahkan, hingga kini proses penarikan retribusi pasar berjalan dengan baik dan tanpa kendala berarti.
“Alhamdulillah sejauh ini aman dan terus kami maksimalkan agar target tahun depan bisa tercapai,” pungkasnya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung menegaskan komitmennya dalam mencegah potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD), khususnya dari sektor retribusi pasar tradisional.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung, Erwin, menyatakan bahwa pengawasan terhadap pengelolaan pasar, terutama yang dijalankan oleh pihak ketiga, akan terus diperketat.
Ia menekankan bahwa kewajiban menyetorkan retribusi bulanan kepada pemerintah daerah harus dijalankan secara disiplin dan sesuai perjanjian.
“Harapan kami, pengelola pasar yang bekerjasama dengan pihak ketiga dapat menyetorkan retribusi ke pemerintah daerah setiap bulan, sesuai dengan perjanjian,” ujar Erwin. Saat ini, satu-satunya pasar yang masih dikelola oleh pihak ketiga adalah Pasar Gudang Lelang.
Pemerintah mengingatkan agar praktik penyimpangan yang pernah terjadi pada periode 2011–2021 tidak kembali terulang.
“Kasus lama itu jelas merugikan daerah. Dari Pasar Gudang Lelang seharusnya masuk sekitar Rp13 juta hingga Rp15 juta per bulan. Kalau setoran bocor, otomatis pembangunan kota ikut terganggu,” tambahnya.