Sektor Pendidikan Lampung Alami Deflasi 15,10 Persen

Kebijakan prorakyat Gubernur Mirza membawa dampak nyata, sektor pendidikan Lampung mengalami deflasi 15,10 persen.-FOTO DINAS KOMINFOTIK -
Jika pemerintah daerah konsisten menjaga akses murah pendidikan tanpa mengurangi kualitas, maka ini bisa menjadi model kebijakan sosial ekonomi yang berorientasi pada pembangunan SDM. Namun, penurunan biaya yang terlalu tajam juga perlu diantisipasi agar tidak mengganggu standar kualitas layanan pendidikan.
"Keberhasilan menghadirkan deflasi pada sektor pendidikan menjadi simbol kehadiran pemerintah provinsi lampung berpihak pada sektor pendidikan. Masyarakat merasakan langsung keringanan biaya, sehingga berpotensi meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah Provinsi Lampung," ucapnya.
Dengan kondisi ini, era kepemimpinan Rahmat Mirzani Djausal tercatat dalam sejarah Lampung. Untuk pertama kalinya, biaya pendidikan yang biasanya identik dengan inflasi justru menjadi motor deflasi yang menekan laju inflasi daerah.
Kebijakan penghapusan uang komite yang dilakukan oleh Pemprov Lampung mendapatkan sambutan positif dari para orang tua siswa, salah satunya, Rahmawati. Di tengah beban biaya yang meningkat setiap awal tahun ajaran, penghapusan uang komite tersebut dinilai sangat memberikan keringanan.
"Tiap awal tahun biaya yang harus dikeluarkan cukup besar. Seperti untuk kebutuhan seragam, alat tulis, hingga perlengkapan sekolah lainnya,"ujar Rahma.
Sehingga ia menilai penghapusan uang komite tersebut dapat memberikan keringanan bagi orang tua siswa.
"Dengan dihapusnya uang komite, setidaknya ada satu beban yang terangkat. Biasanya setiap bulan saya bayar uang komite 500 ribu," jelasnya.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma Ferrer, mengatakan, hal ini merupakan dampak nyata dari kebijakan Pemprov Lampung terkait pembebasan biaya pendidikan.
Soma menjelaskan bahwa strategi Pemprov Lampung telah berhasil mencapai tujuan jangka pendeknya. Berdasarkan data BPS, ia melihat bahwa keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah kini sedikit terbebaskan dari beban biaya sekolah yang selama ini cenderung mahal.
"Dari konteks itu, kita bisa melihatnya sebagai inovasi dalam sudut pandang sosial ekonomi yang bisa menjadi percontohan untuk daerah lain," ujar Soma. Ia menambahkan bahwa strategi ini berpotensi menjadi model reformasi biaya pendidikan yang lebih inklusif.
Namun, Soma juga memberikan catatan penting terkait tantangan jangka panjang yang perlu diwaspadai. Keberhasilan jangka pendek ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari beberapa isu, seperti potensi penggunaan dana pusat yang dapat menimbulkan pembengkakan pembiayaan sektor pendidikan di daerah.
Selain itu, ada juga kekhawatiran terkait kekurangan biaya operasional sekolah yang selama ini sering ditutupi oleh dana komite.
"Tantangan yang bisa hadir tentu adalah bagaimana sekolah-sekolah yang membebaskan biaya pendidikan dan komite itu menjaga dengan stabil kualitas pendidikannya," tegas Soma.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Soma merekomendasikan Pemprov Lampung untuk menghadirkan skema pemberdayaan komite sekolah dengan gaya baru. Salah satunya adalah dengan mengubah peran komite dari sekadar pengumpul dana menjadi mitra pengawasan mutu dan inovasi pembelajaran. Peran baru ini juga mencakup penyalur aspirasi orang tua. (pip/c1/yud)