DPR dan Demokrasi Berdampak

ILUSTRASI DPR dan Demokrasi Berdampak-Foto .-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway- -
Bagi politisi yang terjun ke politik karena hendak mengumpulkan uang, saat menjadi anggota DPR, mereka umumnya sering mengalami masalah korupsi dan penyalahgunaan jabatan karena orientasinya uang.
Apalagi, dalam kampanye, mereka mengeluarkan modal politik dalam jumlah besar. Sedangkan politisi yang berasal dari pelarian dari profesi sebelumnya, sebagian ada yang menjadi anggota DPR yang baik, sebagian ada yang terjerumus, baik disengaja maupun tidak, karena minimnya pengetahuan dan bekal politik yang dimiliki.
Berdasar fakta empiris yang disaksikan, motivasi menjadi anggota DPR (legislatif) di Indonesia, baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi, maupun pusat, tampaknya hampir merata motivasi pertama sampai keempat tersebut.
SIGNIFIKANSI PENDIDIKAN ANGGOTA DPR
Seiring dengan seringnya anggota DPR terjerumus dalam beberapa kasus, misalnya, korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan judi online, diperlukan pendidikan bagi anggota DPR secara terprogram dan berkelanjutan.
Tujuannya, dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dengan baik. Saat ini belum banyak parpol yang menyiapkan program pendidikan dan pengaderan yang matang dan berkelanjutan bagi kadernya yang menjadi anggota DPR. Kalaupun ada, biasanya itu hanya bersifat temporal, arahan sesaat.
Pada tataran parpol, program pendidikan yang berkelanjutan sebagai anggota DPR perlu disiapkan dengan desain pendidikan dan kurikulum yang holistik, dengan menghadirkan narasumber yang memiliki pengalaman, kapabilitas, dan integritas untuk memberikan bekal kepada calon anggota DPR.
Program itu pada sebagian parpol biasanya disebut sekolah partai, diklat kader partai, dan sejenisnya. Meski demikian, dalam implementasinya, program itu belum berfungsi dengan maksimal, hanya temporal.
Pada tataran kelembagaan legislatif pada semua tingkat (kota/kabupaten, provinsi, dan pusat), perlu dilakukan program pendidikan dan pelatihan yang memadai sebelum mereka dilantik sebagai anggota DPR.
Mereka perlu dibekali bagaimana menjadi anggota DPR yang baik, jujur, adil, dan bijaksana sehingga kelak mereka dalam menjalankan tupoksinya dapat memberikan kemaslahatan bagi semua pihak.
Program sekolah atau diklat itu berlaku bagi anggota DPR sebelum mereka bertugas, mirip matrikulasi dalam perkuliahan. Apalagi, latar belakang anggota DPR sangat heterogen.
Program dijalankan secara berkala, setiap tiga bulan sekali ”sekolah anggota DPR” atau diklat anggota DPR. Dalam instansi, mirip dengan diklat kepemimpinan (diklatpim).
Dengan program itu, diharapkan berbagai penyimpangan sebagai anggota DPR dapat dicegah sehingga perjalanan mereka selama mendapat amanat rakyat dapat ditunaikan dengan baik dan memberikan kontribusi dalam pendidikan politik keteladanan. Tidak menjadi pesakitan karena kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
Mengapa diperlukan pendidikan anggota DPR? Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2004 hingga Juli 2023 menyebutkan, sebanyak 344 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD.
Fakta itu menjadi ironi sebagai wakil rakyat yang diharapkan dapat menjalankan amanat rakyat. Akan tetapi, justru tidak amanat (tidak dapat dipercaya).