Roy Suryo dan Tujuh Lainnya Jadi Tersangka Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi

Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo CS ditetapkan tersangka terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.- Foto Rafi Adhi/Disway --

JAKARTA — Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka ialah Roy Suryo.

Kapolda Metro Jaya Irjen Asep menjelaskan, penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dengan melibatkan sejumlah ahli dari berbagai bidang.

“Ada delapan orang yang kini berstatus tersangka dalam kasus fitnah, pencemaran nama baik, serta manipulasi data elektronik yang dilaporkan oleh Bapak Insinyur Haji Joko Widodo,” ujar Asep dalam konferensi pers, Jumat (7/11).

Ia menambahkan, proses penyelidikan dilakukan secara hati-hati dan transparan, dengan menghadirkan ahli pidana, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi sosial, serta ahli bahasa untuk memberikan keterangan profesional dalam perkara ini.

Kasus ini bermula dari laporan resmi Presiden Joko Widodo ke Polda Metro Jaya, setelah beredarnya tudingan di media sosial yang menyebut bahwa ijazah pendidikannya palsu.

Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, menyebut sedikitnya lima orang awalnya dilaporkan, termasuk beberapa inisial yang kini telah dipastikan menjadi tersangka.

“Nama-nama yang kami laporkan di antaranya RS, ES, T, dan K. Berdasarkan hasil penyidikan, setidaknya lima orang diduga kuat terlibat dalam penyebaran tudingan palsu tersebut,” ungkap Rivai, Rabu (30/4).

Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Yakup Hasibuan, menegaskan bahwa laporan tersebut dibuat karena tudingan yang beredar sudah melampaui batas dan sangat merugikan.

“Tuduhan itu bukan hanya menyerang pribadi Presiden, tetapi juga mencederai kehormatan negara. Bayangkan, seorang kepala negara yang telah dipilih rakyat dan menjabat dua periode, dituduh memiliki ijazah palsu,” kata Yakup.

Ia menambahkan, langkah hukum ini diambil untuk menegaskan bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh digunakan untuk menyebarkan fitnah atau merusak nama baik orang lain, terlebih terhadap simbol negara.(*)

 

 

Tag
Share