Petani Singkong Waykanan Mengeluh Potongan Refaksi Capai 45 Persen

-FOTO ILUSTRASI AI GENERATE -

BLAMBANGANUMPU – Petani singkong di Kabupaten Waykanan kembali mengeluhkan rendahnya harga jual hasil panen mereka. 

Meski pemerintah provinsi telah menetapkan harga acuan Rp1.350 per kilogram (kg), kenyataannya para petani tetap dirugikan akibat adanya potongan (refaksi) yang mencapai 30 hingga 45 persen di tingkat pabrik maupun lapak.

Nasir, petani asal Kecamatan Pakuanratu, mengaku resah karena harga singkong yang berlaku saat ini jauh dari harapan. Menurutnya, biaya produksi dan perawatan tanaman tidak sebanding dengan harga jual singkong yang diterima petani.

“Harga singkong sekarang sangat murah, tidak sebanding dengan biaya perawatan dan pupuk yang sudah kami keluarkan. Kami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” keluh Nasir, Selasa (2/9). 

Ia menyebutkan, di PT Agung Mulia Bunga Tapioka di Kampung Tanjungserupa, harga beli hanya Rp900 plus Rp100 dengan potongan 25–40 persen. Sementara di pabrik A555 Kampung Negaratama, harga Rp1.150 plus Rp50 dengan potongan 30–50 persen. Sedangkan di CV Gajah Mada Internusa, harga Rp1.350 per kg dengan refaksi 30–44 persen.

Nasir berharap pemerintah segera turun tangan untuk menstabilkan harga singkong serta menindak tegas pabrik yang dinilai memberlakukan potongan tidak wajar. “Kami berharap pemerintah membantu kami agar mendapatkan harga yang layak dan mengawasi praktik potongan timbangan. Selain itu, petani juga butuh dukungan modal maupun pelatihan untuk meningkatkan kualitas singkong,” ujarnya.

 

Keluhan petani ini dibenarkan Camat Negarabatin, Edi Saputra. Ia bahkan langsung meninjau salah satu pabrik singkong di Pakuanratu. Dari hasil pembicaraannya, diketahui pihak pabrik tetap membeli singkong Rp1.350 per kg, namun dengan potongan hingga 45 persen.

“Hampir semua petani di Negarabatin menjual ke perusahaan Gajah Mada Internusa. Dengan potongan sampai 45 persen, jangankan untung, untuk menanam lagi pada musim depan saja sulit. Petani hanya mampu bertahan dengan singkong, karena untuk menanam sawit maupun karet membutuhkan biaya besar, bahkan bibit sawit saja mencapai Rp60 ribu per batang,” jelas Edi.

Sementara itu, Ko Pimping, Manager CV Gajah Mada Internusa, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp membenarkan adanya potongan tinggi di pabriknya. Menurutnya, refaksi 30–44 persen diberlakukan berdasarkan hasil uji kualitas singkong, meliputi umur, jenis, dan kebersihan bahan baku.

“Kami juga kesulitan karena harga tapioka di pasaran sedang rendah. Di satu sisi, petani ingin harga tinggi, namun di sisi lain kami mengalami kendala pemasaran. Kami berharap pemerintah bisa memberi kebijakan yang berpihak pada semua pihak,” pungkasnya. (sah/c1/nca)

Tag
Share