DDTC Ungkap 5 Titik Kebocoran Penerimaan Pajak

Ilustrasi pajak--FOTO ANTARA
BANDARLAMPUNG – Danny Darussalam Tax Center (DDTC) mengungkapkan bahwa upaya pemerintah mengoptimalkan penerimaan pajak masih menghadapi hambatan serius. Ada lima titik kebocoran pajak, mulai shadow economy hingga pajak yang tidak dilaporkan maupun tidak dibayarkan.
Managing Partner DDTC, Darussalam, menjelaskan bahwa kebocoran pertama berasal dari shadow economy atau kegiatan ekonomi tidak tercatat, baik legal maupun ilegal. Kondisi ini membuat otoritas pajak kesulitan memungut pajak.
Laporan Ernest & Young Global Shadow Economy Report 2025 mencatat kebocoran pajak Indonesia mencapai 23,8% dari produk domestik bruto (PDB), tertinggi kedua setelah India (26,1%).
’’Ini yang menjadi tantangan, bagaimana hal-hal yang bersifat ilegal bisa dipungut pajak, tetapi tidak dalam konteks melegalkan hal-hal yang sudah memang ilegal tersebut. Namun, jangan sampai pajaknya juga tidak terambil atau tidak kita terima,” kata Darussalam, Selasa (26/8).
Kebocoran kedua berasal dari offshore tax evasion atau penggelapan pajak luar negeri, di mana wajib pajak menyimpan aset di negara bebas pajak (tax haven).
’’Nah, yang sangat mencengangkan bahwa kegiatan menempatkan aset di negara-negara tax haven, itu sekitar 20% tidak terdeteksi oleh otoritas pajak,” ungkap Darussalam.
Ketiga, praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS) oleh perusahaan multinasional melalui skema transfer pricing, bunga pinjaman berlebih, hingga treaty shopping.