PDIP Dorong Diplomasi Arsip untuk Selesaikan Konflik Ambalat

Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai diplomasi arsip dapat menjadi salah satu cara untuk menangani sengketa wilayah Ambalat di perbatasan Indonesia–Malaysia.-FOTO INSTAGRAM.COM/@RIEKEDIAHP -

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai diplomasi arsip dapat menjadi salah satu cara untuk menangani sengketa wilayah Ambalat di perbatasan Indonesia–Malaysia.
Ia mengingatkan kedua negara pernah berkolaborasi sebagai pengusul bersama (joint nomination) untuk arsip pendirian ASEAN sebagai ingatan kolektif dunia atau memory of the world (MOW).
“Tentu saja kita sangat berharap prinsip-prinsip penting dalam pendirian ASEAN 58 tahun lalu kita perjuangkan,” kata Rieke di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025).
Rieke mendesak otoritas Indonesia dan Malaysia kembali memegang prinsip ASEAN dalam menyelesaikan sengketa Ambalat maupun persoalan lainnya, mengingat kedua negara bersama-sama mengusulkan arsip pendirian ASEAN ke UNESCO.
Menurutnya, penetapan lima warisan dokumenter Indonesia sebagai memory of the world oleh UNESCO pada April 2025 sangat tepat di tengah memanasnya situasi geopolitik dan geoekonomi global.
Ia menekankan pentingnya komitmen menyelesaikan konflik dengan mengedepankan perdamaian, menghormati kedaulatan, nonintervensi, penyelesaian damai, penolakan kekerasan, dan kerja sama efektif.
Dalam sidang umum UNESCO pada 17 April 2025, Indonesia berhasil mencatatkan lima warisan dokumenter sebagai MOW Unesco, yaitu Arsip Kartini, Arsip Pendirian ASEAN, Arsip Seni Tari Khas Jawa Mangkunegaran, Naskah Syair Hamzah Fansuri, dan Naskah Sang Hyang Siksa Kandang.
Sementara, polemik pengelolaan sumber daya di Blok Ambalat kembali mencuat. Komisi I DPR mengaku belum menerima penjelasan resmi dari pemerintah terkait wacana kerja sama pengelolaan blok minyak dan gas tersebut antara Indonesia dan Malaysia.
Anggota Komisi I DPR Amelia Anggraini menegaskan, setiap langkah negosiasi yang menyangkut wilayah dengan klaim tumpang tindih harus dibahas bersama DPR.
“Jika benar terdapat pembicaraan atau kesepakatan, maka hal tersebut harus terlebih dahulu dibahas secara menyeluruh bersama Komisi I DPR, karena menyangkut wilayah yang masih menjadi bagian dari perbedaan klaim antara Indonesia dan Malaysia,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).
Amelia menuturkan, pihaknya tidak menolak wacana pengelolaan bersama Blok Ambalat, namun ingin mengetahui sejauh mana negosiasi yang telah ditempuh pemerintah Indonesia dan Malaysia. Ia menekankan pentingnya transparansi, terutama terkait proporsi pembagian wilayah dan keuntungan jika kerja sama tersebut terlaksana.
“Maka rincian teknisnya harus dibuka ke publik dan dikonsultasikan dengan DPR RI, termasuk proporsi pembagian, mekanisme pengendalian operasional, serta jaminan bahwa hak kedaulatan Indonesia tidak dikompromikan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” tambahnya.
Menurut Amelia, wacana ini berpotensi menimbulkan kekhawatiran publik. Pasalnya, Blok Ambalat berada di wilayah yang selama ini menjadi titik sensitif dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Karena itu, ia meminta pemerintah tetap mengedepankan prinsip kedaulatan dalam setiap proses negosiasi.
Dengan cadangan sumber daya energi yang besar, Blok Ambalat memiliki nilai strategis baik dari sisi ekonomi maupun geopolitik. Setiap keputusan pengelolaan, apalagi jika melibatkan negara lain, dinilai harus melalui pertimbangan matang dan proses politik yang transparan.
Perlu diketahui, Blok Ambalat telah lama menjadi sumber sengketa antara Indonesia dan Malaysia, bahkan disebut sebagai salah satu konflik maritim paling lama di Asia Tenggara.
Kedua negara mengeklaim hak eksploitasi atas wilayah ini karena potensi sumber daya alamnya yang besar dan adanya perbedaan interpretasi perjanjian batas laut.
Sengketa Blok Ambalat berawal dari Perjanjian Landas Kontinen 1969 antara Indonesia dan Malaysia yang menetapkan garis batas tertentu.
Namun, ketika mengacu pada hukum laut modern, garis-garis lama itu membuka celah interpretasi berbeda.
Perdebatan mencakup apakah batas laut harus ditarik berdasarkan garis pantai, titik dasar, atau metode lain. Perbedaan penafsiran ini memunculkan area tumpang-tindih di Ambalat.
Wilayah Ambalat diyakini menyimpan cadangan minyak dan gas yang besar, yang dapat menjadi sumber pemasukan penting bagi negara yang menguasainya.
Selain itu, isu ini kerap dimanfaatkan dalam politik domestik untuk menunjukkan ketegasan sikap negara terhadap tetangga. Ketegangan pun kerap meningkat ketika kapal patroli kedua negara berhadapan di wilayah ini.
Sengketa memengaruhi masyarakat pesisir Kalimantan Timur, mulai dari potensi investasi energi, perubahan pola melaut nelayan, hingga isu lingkungan.
Eksplorasi hidrokarbon yang tidak terkelola dengan baik berisiko merusak ekosistem laut dan mengancam mata pencaharian nelayan setempat. Oleh karena itu, setiap rencana kerja sama harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan.
Sejak 2005, Indonesia dan Malaysia telah mengadakan 43 putaran perundingan batas laut di Laut Sulawesi.
Negosiasi rumit ini dipengaruhi oleh perbedaan interpretasi UNCLOS 1982, penetapan garis dasar, dan kepentingan ekonomi.
Puncak ketegangan terjadi pada 2005-2009 ketika kapal patroli kedua negara saling berhadapan, meski bentrokan fisik berhasil dihindari.
Pada Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bertemu di Jakarta dan sepakat untuk mempercepat penyelesaian masalah batas wilayah, serta memulai skema joint development agar sumber daya bisa dikelola bersama tanpa menunggu penyelesaian kedaulatan penuh.
Namun, pada 4 Agustus 2025, Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan mengumumkan penggantian istilah “Laut Ambalat” menjadi “Laut Sulawesi” di sidang parlemen.
Malaysia menyebut alasan perubahan istilah ini untuk mencegah kebingungan publik, tetapi Indonesia menilai langkah tersebut berpotensi melemahkan klaim RI.
Blok Ambalat mencerminkan kompleksitas sengketa maritim yang dipicu oleh potensi sumber daya, perjanjian historis, dan dinamika politik. Dengan komitmen kedua negara untuk mengedepankan dialog, ada peluang menjadikan Blok Ambalat bukan lagi sumber sengketa, melainkan simbol persahabatan Indonesia–Malaysia. (beritasatu/c1/yud)

Tag
Share