Rokok Ilegal Masih Marak di Lampung, Kinerja Bea Cukai dan APH Dipertanyakan

-GRAFIS/EDWIN RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG – Terkait maraknya peredaran rokok ilegal di Lampung, kinerja Bea Cukai dan aparat penegak hukum (APH) dipertanyakan.
Sebab klaim penindakan sudah dilakukan, tetapi tetap saja rokok ilegal ini dijual bebas sampai warung-warung kelontongan.
Sorotan pun datang dari akademisi dan legislator di Provinsi Lampung, yang mempertanyakan penindakan hanya dimaksimalkan di pabean.
Pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila) Prof. Marselina Djayasinga menilai ini merupakan kewenangan Bea Cukai di masing-masing sektornya.
Peredaran rokok ilegal yang masih bebas ini salah satunya disebabkan Bea Cukai yang hanya fokus melakukan penindakan di satu lini. Di mana yang mencuat selama ini penertiban dilakukan hanya di wilayah pabean.
’’Pelaku harus ditindak dan diwajibkan mengganti kerugian negara. Pemerintah, khususnya Bea Cukai, jangan hanya bertindak di wilayah pabean. Harus koordinasi dengan Dinas Perdagangan dan Kementerian Perdagangan untuk membasmi bersama,” ujarnya saat dihubungi Radar Lampung, Rabu (13/8)..
Tak hanya itu, menurutnya, edukasi kepada pedagang kecil juga sangat penting. ’’Warung kecil tidak bisa langsung disalahkan. Mereka umumnya tidak tahu mana rokok ilegal dan mana yang legal. Perlu ada edukasi dan sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat,” katanya.
BACA JUGA: AS Tekan Tarif Impor 19% untuk Kopi
Dia juga menilai maraknya rokok ilegal jelas merugikan negara dari sisi penerimaan cukai dan keuangan nasional.
’’Ini persoalan serius. Negara sangat dirugikan karena tidak ada pemasukan dari bea cukai,” jelas Prof. Marselina.
Dia mengungkapkan di tengah turunnya pendapatan negara dari sektor bea cukai, peredaran rokok ilegal justru semakin menjadi. ’’Ini mengganggu ekosistem industri hasil tembakau dalam negeri yang sah. Rokok legal jadi sulit bersaing karena harganya kalah jauh dari rokok ilegal yang tidak membayar pajak,” tegasnya.
Sementara, anggota Komisi III DPRD Lampung Munir Abdul Haris menilai kondisi ini merugikan masyarakat sekaligus menggerus potensi pendapatan negara dan daerah.
Ia mendesak Bea Cukai serta aparat penegak hukum mengoptimalkan langkah penindakan. ’’Karena masih marak dan beredar di tengah masyarakat, berarti upaya yang dilakukan Bea Cukai maupun APH perlu dioptimalkan lagi,” tegas Munir, Senin (11/8).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Lampung memiliki persentase perokok tertinggi di Indonesia, yakni 36–37 persen dari total perokok nasional.