Perubahan Gaya Hidup Jadi Penyebab Utama Mal Sepi

Ilustrasi mal--FOTO BERITASATU /MOHAMMAD DEFRIZAL

JAKARTA - Ekonom sekaligus Policy and Program Director Lembaga Riset Prasasti Piter Abdullah menilai fenomena rombongan hanya nanya (rohana) dan rombongan jarang beli (rojali) bukan menjadi penyebab pusat perbelanjaan atau mal sepi. Perubahan gaya hidup dan konsumsi masyarakat dinilai sebagai pemicu utama.

’’Kita bisa melihat bagaimana sekarang mal-mal sepi. Sebenarnya bukan karena rohana dan rojali, tetapi utamanya karena gaya hidup juga yang menyebabkan hal itu," ungkap Piter dalam diskusi yang digelar oleh Prasasti Center for Policy Studies di Jakarta, Selasa (12/8).

 

Menurut Piter, saat ini gaya hidup masyarakat berubah menjadi serbadigital. Masyarakat saat ini lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui belanja online tanpa harus mendatangi lokasi fisik pusat perbelanjaan secara langsung.

 

"Gaya hidup digital itu sudah semakin masuk ke dalam kehidupan kita. Tidak hanya di negara maju, tetapi juga di Indonesia, bahkan hingga ke desa-desa. Contoh, mau pergi tinggal pesan ojek online, lapar malam-malam tinggal pesan makanan secara online dengan mudah. Mau pesan buah dan lain-lain, semuanya tersedia dan sangat memudahkan kita," tuturnya.

 

Piter menyampaikan, perilaku tersebut juga terlihat jelas di pusat perbelanjaan seperti supermarket. Menurutnya, kini antrean pembayaran di kasir supermarket sudah jarang terjadi. Hal ini karena masyarakat yang berbelanja langsung sudah semakin berkurang, begitupun dengan barang-barang yang dibeli.

 

"Jadi kita pergi ke mal bukan untuk belanja, karena belanjanya sudah kita lakukan secara online. Dahulu, kalau kita belanja di supermarket sampai antri kita untuk bayar. Sekarang saya enggak pernah lagi melihat antrian pembayaran di supermarket. Karena orang belanja itu sekadarnya saja, karena sudah sebagian dibeli secara online. Jadi banyak sekali gaya hidup itu yang sudah berubah," katanya.

 

Piter menilai, perubahan ini justru merupakan potensi ekonomi yang luar biasa. Menurutnya, peningkatan ekonomi digital saat ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai target 8%.

 

"Ini adalah potensi ekonomi yang luar biasa. Berapa besar transaksi ekonomi yang sekarang ini sudah kita lakukan melalui digital, transaksi digital. Belum lagi yang sifatnya gig workers, para konten kreator misalnya. Ini muncul juga dari potensi ekonomi dari digital, ekonomi digital itu sangat luar biasa besarnya," ungkapnya. (beritasatu.com/c1)

Tag
Share