Peluang dan Tantangan Nanoteknologi untuk Pakan ternak Unggas

Etha ‘Azizah Hasiib - Dosen PS Nutrisi dan Teknologi Pakan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan Anggota Ikaperta Unila-FOTO IST-

Oleh: Etha ‘Azizah Hasiib

PERKEMBANGAN industri peternakan unggas tak luput dari perkembangan bioteknologi di bidang peternakan. Industri ternak unggas terus berkembang pesat seiring dengan optimalisasi potensi genetik dari unggas.

Tahun 2025 ini diprediksi daging unggas akan menjadi komoditas daging tertinggi yang dikonsumsi di seluruh dunia. Tingkat konsumsi daging unggas di dunia mencapai rata-rata 21,9 kg/kapita, sedangkan Indonesia 8,4 kg/kapita (OECD, 2025).

BACA JUGA:Kemenkes Lakukan Beberapa Strategis Terungkap Angka TBC

Daging unggas dipilih oleh konsumen karena memiliki keunggulan, yaitu harganya yang relatif lebih murah dari pada daging produk peternakan lainnya, tingginya kadar protein dan kandungan lemak yang lebih rendah pada daging unggas, serta lebih mudah untuk diperoleh di pasaran.

Dari segi konsumsi yang tertinggal jauh ini perlu adanya upaya peningakatan produksi unggas pedaging dan upaya efisiensi produksi. Tantangan yang kini dihadapi adalah tingginya biaya bahan pakan karena beberapa bahan pakan masih impor, sehingga harga pakan cenderung fluktuatif.

Di sisi lain, tingkat produksi bahan pakan lokal bergantung dengan produksi tanaman yang juga cenderung fluktuatif.

Oleh karena itu perlu adanya campur tangan bioteknologi dalam menunjang pertumbuhan ternak, terutama dalam bioteknologi pakan.

Dalam usaha peternakan, biaya pakan mencakup hingga 70% sehingga perlu adanya upaya dalam meningkatkan efisiensi pakan.

Saat ini penelitian dalam bidang unggas banyak bertumpu pada perkembangan bioteknologi pakan, sehingga perlu adanya upaya riset yang terkoneksi dengan industri.

Saat ini riset dalam bidang unggas banyak bertumpu pada perkembangan bioteknologi pakan, sehingga perlu adanya upaya riset yang terkoneksi dengan industri.

Perkembangan riset pakan saat ini banyak berkembang dalam bidang feed additive karena saat ini sudah dilarang dalam menggunakan antibiotic growth promotor dalam pakan.

Pemerintah melalui Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) No. 14 tahun 2017 tentang klasifikasi obat hewan telah melarang penggunaan antibiotic growth promotor yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2018.

Adanya pelarangan ini tentu membuat akademisi, peneliti, atau stakeholder perlu mencari alteratif guna meningkatkan performa ternak.

Tag
Share