Megawati Lantik Diri Sebagai Sekjen, PDIP Tegaskan Sikap Penyeimbang Pemerintah

Megawati Soekarnoputri memimpin pelantikan DPP PDIP 2025–2030 dalam Kongres VI di Bali.-FOTO IST/DISWAY -
BALI – Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Prof. Dr. (H.C) Megawati Soekarnoputri secara resmi melantik jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP periode 2025–2030 dalam Kongres VI partai yang digelar pada Sabtu (2/8).
Sebanyak 37 nama pengurus diumumkan langsung oleh Megawati, termasuk posisi sekretaris jenderal yang kembali dijabat oleh dirinya sendiri. Pelantikan dilanjutkan dengan pengambilan sumpah jabatan para pengurus yang hadir secara fisik di lokasi.
’’Atas nama Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, saya melantik pengurus DPP PDI Perjuangan untuk membantu kerja-kerja partai. Apakah saudara bersedia dilantik?” tanya Megawati, yang dijawab serempak oleh para pengurus, ’’Bersedia!”
Seluruh pengurus kemudian berdiri di atas panggung utama dan mengucapkan sumpah jabatan yang dipandu langsung oleh Megawati.
Dalam pidato penutupan Kongres VI di Nusa Dua, Bali, Megawati menegaskan bahwa PDI Perjuangan tidak akan berada di barisan oposisi maupun koalisi pemerintahan Prabowo Subianto, melainkan memilih menjadi kekuatan penyeimbang.
“Saya ingin tegaskan, dalam sistem pemerintahan presidensial seperti yang kita anut, tidak dikenal istilah oposisi dan koalisi. PDIP tidak memosisikan diri sebagai oposisi, dan juga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan,” ujar Presiden ke-5 RI itu.
Megawati menyampaikan bahwa PDIP akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat, namun tetap bersikap kritis terhadap setiap penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan konstitusi.
“Kita adalah partai ideologis yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat, dan bersikap tegas sebagai penyeimbang untuk menjaga arah pembangunan nasional tetap sesuai konstitusi dan kepentingan rakyat banyak,” tegasnya.
Meski menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo, Megawati memastikan PDIP tidak akan segan mengkritik bila ada kebijakan yang menyimpang.
“Kita akan bersuara lantang dan bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila, keadilan sosial, dan hukum yang berlaku,” tambahnya.
Mengakhiri pidatonya, Megawati mengajak seluruh kader untuk menjaga demokrasi dan terus berjuang demi kesejahteraan rakyat.
“Keberpihakan bukan sekadar berada di dalam atau luar pemerintahan, melainkan soal kesetiaan pada kebenaran dan moralitas politik yang diajarkan oleh Bung Karno. Mari kita jaga terus peran strategis PDIP sebagai kekuatan ideologis dan pelopor perjuangan rakyat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 25 Juli 2025.
Putusan ini ditakutkan berdampak kepada batalnya pelaksanaan Kongres PDIP yang beberapa kali dijadwal ulang.
Diketahui Hasto dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat skema pergantian antarwaktu (PAW).
Terkait dampak vonis ini terhadap Kongres PDIP, Kuasa Ronny Talapessy mengaku belum bisa memastikan apakah kongres akan tetap digelar.
“Saya tidak tahu apakah kongres akan tetap berjalan. Fokus kami saat ini adalah mendampingi Mas Hasto,” ujarnya di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Minggu, 27 Juli 2025.
Pihaknya saat ini juga tengah menunggu salinan lengkap putusan untuk memutuskan langkah hukum selanjutnya. Ronny menyebut tim kuasa hukum akan mempertimbangkan upaya banding setelah menerima salinan resmi.
“Kami masih pelajari dulu isi putusan secara menyeluruh. Baru setelah itu kami putuskan apakah akan ajukan banding,” tutupnya.
Ketua DPP Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah PDIP, Ganjar Pranowo, mengatakan bahwa hakim cukup bijaksana dalam menjatuhkan putusan kepada Hasto. Selama berjalannya persidangan, Ganjar terlihat diam dan memikirkan sesuatu. Ternyata, pria yang identik dengan rambut putihnya itu sedang mencermati pembacaan vonis majelis hakim satu persatu.
“Mana yang kemudian jadi pertimbangan, mana yang tidak, mana yang ditolak. Menurut saya itu sesuatu yang harus kita cermati,” kata Ganjar, dikutip Sabtu, 26 Juli 2025.
“Sambil kami membantu mencatat untuk memberikan masukan jika seandainya kemudian nanti Mas Hasto akan melakukan banding,” sambungnya.
Meski demikian, mantan calon Presiden periode 2024-2029 itu mengaku senang telah mengikuti jalannya persidangan. Setidaknya, kata Ganjar, semua yang dituduhkan itu terbukti.
“Saya kira sekarang Mas Hasto dan tim penasihat hukum sedang memikirkan entah akan menggunakan haknya bahkan upaya hukum,” tuturnya.
Ganjar menambahkan, masih terdapat dua tahapan hukum yang bisa ditempuh oleh Hasto. Yang kemungkinan akan diperbincangkan dan didiskusikan terlebih dahulu.
“Kita kasih kesempatan mereka untuk mencerna kembali,” imbuhnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai Rios Rahmanto menyatakan Hasto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Selain pidana pokok, Hasto juga dikenakan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, ia tidak dikenai kewajiban membayar uang pengganti.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ucap Hakim Rios dalam sidang.
Hakim juga menegaskan bahwa Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus Harun Masiku. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut gagal membuktikan tuduhan tersebut.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyebut vonis itu sebagai bentuk intervensi politik. Ia menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan.
“Persidangan hari ini membuktikan bahwa ini adalah pesanan politik,” tegas Ronny usai sidang.
Ronny menyoroti sikap Ketua Majelis Hakim yang selama persidangan selalu mengenakan masker, meski sidang digelar terbuka. Ia juga menyoroti peran penyidik yang menjadi saksi dengan hanya mengandalkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Bagaimana seseorang yang memeriksa lalu menceritakan hasil pemeriksaannya tanpa pendalaman? Ini di luar logika hukum,” kata Ronny.
“Siapa pun yang melihat proses ini—baik aktivis maupun akademisi hukum—pasti tidak bisa menerima. Ini murni kasus pesanan politik,” tambahnya.
Humas PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menjelaskan bahwa Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto mengenakan masker karena alasan kesehatan.
“Beliau pernah dua kali terpapar Covid-19 dan terbiasa memakai masker. Apalagi kondisi udara di Jakarta juga memengaruhi kenyamanan,” ujar Andi, Sabtu, 26 Juli 2025.
Ia juga menegaskan, kebiasaan memakai masker tidak hanya dilakukan saat mengadili Hasto, tetapi juga di berbagai sidang lainnya.
Ronny Talapessy, mengatakan bahwa persidangan tersebut adalah pesanan politik.
“Yang kami soroti adalah persidangan yang katanya ini sidang terbuka tapi kawan-kawan bisa melihat di mana ketua majelis dari awal persidangan sampai akhir memakai masker, ini menjadi pertanyaan buat kita,” ujarnya.
“Siapapun tidak akan bisa menerima ini, mau aktivis hukum profesor hukum tidak akan terima. Nah ini lah yang kami sebut bahwa kasus ini adalah kasus pesanan politik teman-teman,” tambahnya menutup.
Sebelumnya Sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto digelar kemarin (3/7).
Tuntutan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku, serta dugaan perintangan terhadap proses penyidikan.
Dalam persidangan, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Hasto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah.
Hasto dinilai melakukan tindak pidana dengan sengaja mencegah atau merintangi penyidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta terbukti turut serta melakukan tindak pidana korupsi.
’’Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/7).
Dalam hal ini, jaksa KPK mengungkapkan hal-hal yang memberatkan seperti perbuatan terdakwa tidak memdukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan Hasto tidak mengakui perbuatannya.
Adapun hal-hal yang meringankan yakni terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan tidak pernah dihukum.
Dalam hal ini, JPU KPK menyatakan tuntutan terhadap Sekjen PDIP bukan sarana balas dendam. Jaksa menegaskan bahwa ini merupakan pembelajaran agar kesalahan serupa tidak terulang. ’’Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah sarana balas dendam, melainkan suatu pemebelajaran agar kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari,” ujar Wawan.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada PAW anggota DPR RI kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Dia juga disebut memberikan suap sebesar Rp400 juta dalam melancarkan niatnya supaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI. (disway/c1/abd)