Usulan Pilkada Tak Langsung Mengemuka, Parpol Simulasi Kaji Skenario

MASIH DIKAJI: Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad saat diwawancarai wartawan di Gedung parlemen, Senin (28/7). -Foto Beritasatu-
JAKARTA - Wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah kembali mencuat ke permukaan. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengusulkan agar kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, tetapi cukup oleh pemerintah pusat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menanggapi usulan itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut setiap partai politik saat ini sedang melakukan simulasi internal untuk mengkaji berbagai skenario pemilu dan pilkada ke depan.
"Saat ini simulasi-simulasi tentang pemilu maupun pilkada sudah dilakukan oleh masing-masing partai," kata Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/7).
Simulasi tersebut, kata Dasco, merupakan bagian dari langkah awal untuk menentukan arah kebijakan partai, termasuk kemungkinan merevisi RUU Pilkada yang selama ini menjadi dasar hukum pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
"Mungkin nanti hasilnya seperti apa, masing-masing partai akan memaparkan apa yang sudah dirancang oleh partai masing-masing," katanya.
Saat ditanya mengenai hasil simulasi dari Partai Gerindra, Dasco belum bersedia membeberkan secara detail, namun memastikan bahwa akan ada penyampaian resmi kepada publik ketika kajian telah rampung. "Ada nanti," singkatnya.
Sebelumnya, dalam acara puncak peringatan Hari Lahir ke-27 PKB yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (23/7), Cak Imin menyampaikan ide perubahan sistem pemilihan kepala daerah.
Ia membagi dua model pemilihan, yakni gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, sementara bupati dan wali kota dipilih melalui DPRD.
"Pola yang pertama gubernur sebagai perwakilan pemerintahan pusat ditunjuk oleh pemerintah pusat. Tetapi bupati, karena dia bukan perwakilan pemerintah pusat, maka bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD," kata Muhaimin dalam pidatonya.
Wacana tersebut langsung menuai kontroversi ada yang pro dan ada yang kontra di kalangan masyarakat, akademisi, hingga elite politik, mengingat sistem pilkada langsung sudah menjadi bagian dari demokrasi lokal Indonesia sejak 2005.
Usulan untuk mengubah sistem pilkada tentu tak semudah membalik telapak tangan. Prosesnya harus melalui pembahasan revisi undang-undang, yang memerlukan persetujuan lintas fraksi di DPR.
Oleh karena itu, simulasi dan kajian yang kini dilakukan oleh partai-partai politik menjadi tahap krusial sebelum keputusan final diambil.
Apakah usulan Cak Imin akan mendapat dukungan luas? Jawabannya tergantung pada hasil simulasi yang sedang disiapkan, serta dinamika politik nasional menjelang pemilu mendatang.(*)