NasDem Usul Gibran Pindah ke IKN

Radar Lampung Baca Koran--
JAKARTA – Partai NasDem mendesak pemerintah segera mengambil keputusan strategis terkait kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Desakan ini muncul sebagai respons atas ketidakpastian status hukum dan fiskal pembangunan IKN yang dinilai dapat menimbulkan pemborosan anggaran apabila tidak segera difungsikan.
IKN, yang merupakan proyek strategis nasional (PSN), dibangun untuk mendorong pemerataan ekonomi dan diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Saan Mustopa menyampaikan keprihatinan atas besarnya anggaran yang telah dikeluarkan untuk proyek IKN.
Sebab hingga kini belum ada keputusan presiden terkait pengalihan resmi kedudukan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 4 Ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2022.
“Pembangunan IKN telah menelan anggaran signifikan, baik dari APBN maupun non-APBN,” katanya di Tower NasDem, Jumat 18 Juli 2025.
Ia menjelaskan, pada tahap pertama (2020–2024), pemerintah telah mengalokasikan Rp 89 triliun dari APBN, serta tambahan Rp 58,41 triliun dari investasi swasta dan BUMN.
Untuk tahap kedua yang berlangsung pada 2025–2028, pemerintah merencanakan anggaran sebesar Rp 48,8 triliun untuk menyelesaikan perkantoran dan infrastruktur jalan.
“Di tengah kebijakan efisiensi anggaran saat ini, Pemerintah harus dapat menyesuaikan ketersediaan anggaran dengan pelaksanaan berbagai Proyek Strategis Nasional dan diharapkan melakukan penyesuaian terhadap program pembangunan infrastruktur IKN,” ujar Saan.
Ia berharap pemerintah tidak menunda keputusan lebih lama lagi demi mencegah kerugian lebih besar.
“Infrastruktur yang telah terbangun di IKN perlu segera diaktifkan untuk menghindari potensi pemborosan anggaran,” tegas Saan.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PDIP Said Abdullah menanggapi usulan agar Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mulai berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) meskipun status IKN belum resmi berfungsi penuh sebagai ibu kota. Dia menegaskan wacana tersebut perlu diselesaikan melalui jalur hukum yang sah, yaitu undang-undang.
“Diselesaikan dengan undang-undang saja. Undang-undang bunyinya seperti apa, itu laksanakan sebaik-baiknya, seterus-terusnya, selurus-selurusnya,” kata Said kepada wartawan di kompleks parlemen, Senin (21/7/2025).
Said merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
Dalam regulasi tersebut, khususnya pada Pasal 42, DPR diberi kewenangan untuk menjalankan pengawasan, pemantauan, dan peninjauan terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan di IKN.
“Karena itu menjadi kesepakatan bersama, undang-undang yang harus dilaksanakan. Toh produknya produk DPR dan pemerintah,” jelas Said.
Politikus senior PDIP itu juga menyoroti pentingnya pengelolaan anggaran pembangunan IKN yang ditargetkan berlangsung selama 15 tahun ke depan.
Ia mengingatkan agar program percepatan pemindahan pusat pemerintahan tidak justru mengganggu pelaksanaan program strategis nasional lainnya.
“Kalau dipercepat, akan mengorbankan anggaran prioritas. Kalau diperlambat juga tak baik bagi kita semua,” ucapnya.
Sebelumnya, Partai Nasdem mengusulkan agar proses pemindahan pusat pemerintahan ke IKN dimulai dari wakil presiden.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Saan Mustopa menyampaikan bahwa infrastruktur strategis di IKN sudah cukup memadai untuk mendukung aktivitas wapres.
Namun, bagi Said, wacana tersebut tetap harus dikaji secara hukum dan politik, serta dijalankan dalam kerangka aturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan belum ada pembahasan resmi di DPR mengenai wacana Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hal itu disampaikan Dede merespons pernyataan sejumlah pihak yang mendorong percepatan pemindahan pusat pemerintahan ke IKN, dimulai dari kantor wapres.
“Belum ada pembahasan. Jadi, saya tidak bisa mengatasnamakan Komisi II dan mengatakan bahwa kita akan membahas itu,” kata Dede Yusuf kepada wartawan di Kompleks DPR/MPR, Senin (21/7/2025).
Menurut Dede, salah satu tugas wakil presiden memang membantu mempercepat pembangunan nasional. Namun, dalam konteks berkantor di IKN, keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang otoritas tertinggi pemerintahan.
“Dalam konteks percepatan pembangunan, kita kembalikan kepada Presiden. Apakah Presiden akan menugaskan siapa pun, termasuk wapres, untuk berkantor di IKN,” ujarnya.
Dede menjelaskan, meskipun Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda berencana mengumpulkan pandangan fraksi, usulan tersebut belum menjadi agenda resmi. “Saya sendiri belum dimintai pendapat. Kalau ketua komisi mengusulkan, ya nanti kita bahas bersama. Kita tunggu tanggapan dari fraksi-fraksi lain,” ujar Dede.
Ia juga menekankan bahwa pemindahan kantor wapres ke IKN harus disesuaikan dengan regulasi yang berlaku, mengingat status IKN saat ini belum sepenuhnya menjadi pusat pemerintahan secara formal.
Dede menambahkan, DPR telah menyetujui anggaran sebesar Rp 5 triliun untuk pembangunan IKN tahun ini, belum termasuk dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Total kebutuhan hingga 2029 diproyeksikan mencapai lebih dari Rp 60 triliun.
’’Kalau dari sisi anggaran, sudah disiapkan, tetapi sekali lagi, keputusan untuk memulai dari kantor wapres tetap kembali ke Presiden,” tegas Dede.(disway/c1/yud)