IESR: Industri Hijau Bisa Serap 1,7 Juta Tenaga Kerja dan Sumbang Rp638 Triliun ke PDB 2030

IESR menyebut industri hijau berpotensi buka 1,7 juta lapangan kerja dan sumbang Rp638 triliun ke PDB jika investasi tercapai. -FOTO ANTARA -

JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut investasi di sektor industri hijau dapat membuka hingga 1,7 juta lapangan kerja pada 2045 dan menyumbang Rp638 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2030.
Program Manager Dekarbonisasi Industri IESR, Juniko Nur Pratama, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (22/7), menyampaikan bahwa proyeksi tersebut dapat terwujud jika industri hijau mendapatkan dukungan investasi yang memadai. Ia memperkirakan, kontribusi industri hijau juga mampu mendorong pertumbuhan rata-rata PDB sebesar 6,3 persen per tahun hingga 2045.
“Dengan investasi yang cukup, industri hijau dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara signifikan,” kata Juniko.
Menurutnya, total kebutuhan investasi untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 di sektor industri hijau diperkirakan mencapai USD 285 miliar atau sekitar Rp4,65 kuadriliun (dengan kurs Rp16.315 per dolar AS).
Hingga kini, alokasi investasi yang telah tersedia terdiri dari USD 41,67 miliar atau Rp680 triliun dari sektor keuangan, serta USD 96,9 miliar atau sekitar Rp1,5 kuadriliun dari anggaran perubahan iklim pemerintah. Artinya, masih terdapat kekurangan investasi sekitar USD 146,43 miliar atau Rp2,3 kuadriliun untuk memenuhi target tersebut.
Juniko menjelaskan, terdapat lima pilar utama untuk mewujudkan emisi nol bersih (net zero emissions/NZE) di sektor industri, yakni: Dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, Substitusi bahan bakar dengan energi ramah lingkungan, Peningkatan efisiensi energi, Efisiensi sumber daya, dan Penerapan teknologi rendah karbon serta penangkapan dan penyimpanan karbon (CCUS).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2023, sektor industri diharapkan dapat menghemat konsumsi energi hingga 5,28 juta ton oil equivalent (MTOE) pada 2030. Namun, hingga akhir 2023, baru 217 dari 450 industri yang melaporkan penerapan manajemen energi secara formal.
IESR mencatat bahwa beberapa industri nasional telah menunjukkan intensitas energi yang cukup baik dibandingkan dengan rata-rata global. Namun, pencapaian emisi nol bersih membutuhkan langkah-langkah yang lebih ambisius.
Menurut International Energy Agency (IEA), intensitas dan efisiensi energi global harus meningkat dua kali lipat—dari 2 persen pada 2022 menjadi lebih dari 4 persen per tahun hingga 2030. Angka ini jauh di atas skenario NZE pemerintah Indonesia yang hanya menargetkan peningkatan efisiensi sebesar 1,8 persen per tahun. (ant/c1/abd)

Tag
Share