Industri Tekstil Terancam PHK Massal

Ilustrasi industri tekstil--FOTO ANTARA/ABDAN SYAKURA
JAKARTA - Belum usai dampak kebangkrutan Sritex, industri tekstil nasional kini kembali dibayangi badai ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebijakan tarif impor tinggi yang akan diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri, khususnya sektor manufaktur padat karya.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan rencana penerapan tarif baru oleh AS berpotensi menggerus permintaan terhadap produk ekspor Indonesia. Jika permintaan melemah, produksi akan turun, dan pada akhirnya bisa berujung pada gelombang PHK.
’’Tarif impor yang tinggi membatasi pembelian produk Indonesia di pasar AS. Ini akan sangat berdampak pada sektor padat karya yang menjadikan AS sebagai tujuan utama ekspor,” ujar Benny dalam program Investor Market Today pada Rabu (9/7).
Beny menambahkan, industri seperti pakaian jadi, sepatu olahraga, komponen elektronik, furnitur, dan kerajinan tangan merupakan sektor yang sangat tergantung pada pasar AS. Hal ini karena Amerika Serikat sendiri tidak memiliki industri padat karya sekuat Indonesia akibat tingginya biaya tenaga kerja.
Data riset Beritasatu menunjukkan, selama periode Januari-Mei 2025, komoditas ekspor terbesar Indonesia ke AS adalah pakaian jadi dari tekstil dengan nilai mencapai USD1,27 miliar. Disusul oleh produk sepatu olahraga, minyak kelapa sawit, pakaian rajutan, dan alas kaki.
Secara keseluruhan, total nilai ekspor Indonesia pada periode tersebut mencapai USD111,98 miliar. Dari angka tersebut, Tiongkok masih menjadi tujuan ekspor utama sebesar USD24,25 miliar, disusul AS dengan nilai USD12,11 miliar.
Menghadapi ancaman ini, Benny mengusulkan agar pemerintah menyiapkan kompensasi atau skema bantuan, seperti yang pernah dilakukan pada masa pandemi Covid-19, guna menahan laju PHK massal.
Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan bahwa tarif impor baru akan diberlakukan mulai 1 Agustus 2025. Untuk produk asal Indonesia, tarif yang dikenakan mencapai 32%, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan tarif terhadap negara lain di kawasan Asia. (beritasatu.com/c1)