OJK Minta Pelaku SJK Lakukan Stress Test Berkala

Ilustrasi lambang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).-FOTO ISTIMEWA -
JAKARTA - Lembaga-lembaga internasional kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 dan 2026. Dalam laporan terbaru, Bank Dunia dan OECD menilai ketidakpastian geopolitik masih membayangi prospek pemulihan ekonomi ke depan. Meski demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pelaku sektor jasa keuangan (SJK) melakukan stress test secara berkala.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok memang sedikit mereda setelah tercapainya kerangka kesepakatan dagang. Namun, tensi geopolitik kembali meningkat, terutama di kawasan Timur Tengah. Menyusul pecahnya perang antara Israel dan Iran yang kemudian diikuti oleh serangan AS terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran.
“Ketegangan tersebut sempat menekan pasar keuangan dan harga minyak, namun tekanan mulai mereda setelah diberlakukannya gencatan senjata antara Israel dan Iran,” ungkapnya dalam rapat deqan komisioner bulanan OJK Juni 2025, Selasa (8/7).
Di tengah dinamika global tersebut, lanjut dia, indikator ekonomi global menunjukkan tren moderasi. Sebagian besar berada di bawah ekspektasi. Kondisi tersebut mendorong diterapkannya kebijakan fiskal dan moneter yang lebih akomodatif secara global.
Di AS, meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi telah diturunkan, The Federal Reserve (The Fed) belum menurunkan suku bunga acuannya. Bank sentral Negeri Paman Sam itu masih mempertahankan Federal funds rate (FFR) di kisaran 4,25-4,50 persen. Sembari menunggu kejelasan terkait kebijakan tarif dan dampaknya terhadap inflasi.
Di dalam negeri, perekonomian masih menunjukkan ketahanan di tengah tekanan global. Laju inflasi terus menurun. Inflasi inti termoderasi ke level 2,37 persen year-on-year. Dari sisi eksternal, neraca perdagangan pada Mei 2025 kembali mencatatkan surplus yang cukup besar setelah sempat mengalami tekanan pada bulan sebelumnya.
“Kinerja ekspor menunjukkan perbaikan, terutama didorong oleh pertumbuhan positif pada ekspor produk pertanian dan manufaktur dalam tiga bulan terakhir. Peningkatan ini mampu mengimbangi penurunan ekspor produk pertambangan dan komoditas lainnya,” terang Mahendra.