Kenaikan Tarif Ojol Dinilai Jadi Bumerang bagi Mitra Driver

Driver ojol di Jakarta.--FOTO BERITASATU.COM/MEDIKANTYO JUNANDIKA ADHIKRESNA

JAKARTA - Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Muhammad Anwar menilai kebijakan kenaikan tarif ojek online (ojol) berpotensi menjadi bumerang. Pasalnya, pelanggan bisa enggan menggunakan aplikasi karena tarif yang semakin mahal, sementara pendapatan pengemudi tidak otomatis meningkat.

Anwar menyatakan masalah utama yang selama ini dikeluhkan para mitra pengemudi bukan pada tarif, melainkan besarnya potongan dari aplikator yang bisa mencapai 20%.

 

’’Selama ini potongan aplikator ini yang menjadi keluhan utama pengemudi. Namun, justru potongan ini tidak tersentuh dalam kebijakan tarif baru,” ujar Peneliti IDEAS Muhammad Anwar dalam keterangannya pada program Investor Market Today, Beritasatu, Jumat (4/7).

 

Menurut Anwar, pemerintah seharusnya lebih fokus pada perbaikan struktur ekosistem layanan transportasi daring, bukan sekadar menaikkan tarif.

 

’’Yang pasti, berdasarkan yang dirilis dari pemerintah, dikatakan bahwa ini untuk menjaga kelangsungan pengemudi. Namun, ekosistem seperti apa yang akan dijaga bila kebijakan ini justru memberatkan pelanggan?” imbuhnya.

 

Anwar juga menyoroti risiko besar yang berpotensi muncul, yaitu pelanggan beralih ke moda transportasi lain karena layanan ojol menjadi terlalu mahal.

 

’’Pada ujung-ujungnya, pelanggan berpikir ulang untuk menggunakan aplikasi dan jika pelanggan lari, siapa yang dirugikan? Ya pengemudi itu sendiri,” lanjutnya.

 

Situasi ini, menurut Anwar, menciptakan kontradiksi kebijakan. Di satu sisi, pemerintah ingin melindungi pengemudi, tetapo di sisi lain justru bisa menggerus pendapatan mereka.

Tag
Share