Penulisan Ulang Sejarah Tuai Polemik

BERI KOMENTAR Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia akan terus berjalan meski mendapat penolakan dan kritik dari sejumlah pihak, termasuk Fraksi PDIP. -FOTO FAJAR ILMAN/DISWAY-

JAKARTA - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia akan terus berjalan meskipun mendapat penolakan dan kritik dari sejumlah pihak, termasuk Fraksi PDI Perjuangan. 

Fadli menekankan pentingnya melan­jutkan penulisan sejarah sebagai bagian dari amanat bangsa. ’’Masak sejarah kita hentikan? Sejarah kan diperlukan. Amanat Bung Karno jangan pernah meninggalkan sejarah,” kata dia.

Penulisan sejarah ini dikerjakan oleh tim sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia, yang menurut Fadli telah menyelesaikan 70–80 persen pekerjaan. 

Adapun penulisan sejarah dibagi dalam tiga wilayah besar: barat, tengah, dan timur Indonesia. ’’Tetapi belum tahu, nanti kita lihat,” ujarnya saat ditanya soal perkembangan terkini proyek tersebut.

Fadli mengaku belum menerima langsung naskah hasil penyusunan sejarah tersebut. ’’Kita cek besok, Ya belum lah. Mereka yang menulis kan,” katanya.

Kendati begitu, Fadli belum bisa memastikan uji publik naskah sejarah nasional di DPR, yang dirumorkan dilakukan pekan depan. “Belum tahu. Nanti cek jadwalnya,” ujar dia.

Terkait desakan Fraksi PDIP agar proyek ini dihentikan, Fadli mengaku heran. ’’Ini proyek negara kok. Maksudnya pemerintah lah. Maksudnya apa?” tandasnya.

Ia juga membantah kabar bahwa sejumlah sejarawan mundur dari proyek ini. ’’Enggak ada sejarawan mundur. Setahu saya enggak ada. Ini dari 34 perguruan tinggi kok,” ucapnya.

Lebih lanjut, Fadli menyebut segera bertemu DPR untuk melakukan konsultasi lanjutan. ’’Besok saya ketemu,” pungkasnya.

Sementara proyek penulisan ulang sejarah nasional terus berjalan, kontroversi muncul dari pernyataan Fadli Zon terkait tragedi perkosaan massal perempuan Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998.

Dalam sebuah wawancara, Fadli menyebut peristiwa tersebut sekadar ’’rumor” sebuah istilah yang langsung memicu kritik keras dari berbagai pihak, termasuk organisasi HAM.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan bahwa pernyataan Fadli menunjukkan bentuk penyangkalan terhadap sejarah kelam bangsa Indonesia. “Pernyataan ini sebenarnya positif, sayangnya ia masih tidak bisa menyembunyikan penyangkalannya terhadap kejadian perkosaan masal tersebut. 

Justru pernyataan Menteri Kebudayaan itu yang tidak terlihat berhati-hati secara akademik karena ia menggunakan istilah rumor,” kata Usman Hamid dalam zoom meeting yang diinisiasi Aliansi Keterbukaan Sejarah (AKSI), Selasa 17 Juni 2025.

Usman menilai penggunaan istilah “rumor” sebagai kekeliruan fatal, karena pada tahun 1998, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah sudah menyerahkan laporan resmi kepada Presiden B.J. 

Tag
Share