KPU Akui Bekerja Ekstra Jika Pemilu Nasional dan Daerah Digelar Bersamaan

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menanggapi putusan MK yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah. -FOTO KPU -

JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengakui pihaknya bekerja ekstrakeras ketika pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah digelar secara bersamaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Afifuddin sebagai tanggapan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengatur pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
“Ya, memang tahapan yang beririsan, bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra,” ujar Afifuddin melalui pesan singkat, Jumat (27/6).
Meski begitu, mantan Komisioner Bawaslu itu menyebut KPU belum bisa memberikan tanggapan substantif karena masih mempelajari isi putusan secara mendalam.
“Kami menghormati putusan MK dan akan pelajari secara detail putusan MK tersebut,” tambahnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemilu nasional dan daerah harus dipisahkan pelaksanaannya. Dalam putusan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut, MK menyebut pemilu nasional dan daerah harus diberi jeda waktu paling lama 2 tahun 6 bulan.
Menyikapi putusan itu, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizami Karsayuda mengatakan masa jabatan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota berpotensi diperpanjang.
“Anggota DPRD, satu-satunya cara adalah dengan memperpanjang masa jabatan,” ujar Rifqi, Jumat (27/6).
Menurut politisi Fraksi NasDem itu, kekosongan jabatan bisa terjadi di lembaga legislatif karena tidak ada aturan yang memungkinkan penunjukan pejabat sementara, berbeda dengan posisi kepala daerah yang bisa diisi oleh penjabat sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kalau pejabat gubernur, bupati, wali kota bisa ditunjuk penjabat seperti yang kemarin. Tapi kalau DPRD, tidak ada aturannya,” jelas Rifqi.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat penyelenggaraan pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebaiknya tidak dilakukan dalam tahun yang sama.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menegaskan bahwa usulan ini didasarkan pada evaluasi pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024 yang dinilai menimbulkan beban berat bagi penyelenggara.
Bagja menjelaskan bahwa saat tahapan Pemilu 2024 belum sepenuhnya rampung, tahapan Pilkada serentak sudah dimulai.
“Tahapan pemilu belum berakhir, kemudian tahapan pilkada sudah dimulai. Untuk itu, Bawaslu mengusulkan adanya jeda antara pemilu dan pilkada serentak,” ujar Bagja dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (18/6/2025).
Bagja mengusulkan jeda waktu sekitar dua tahun antara pemilu dan pilkada, agar penyelenggara memiliki ruang kerja yang lebih optimal sekaligus menjaga kualitas demokrasi.
“Tidak bisa lagi disamakan dengan Pemilu sebelum 2020 yang dilaksanakan secara bergelombang. Pilkada kini dilaksanakan serentak. Dengan adanya jeda, diharapkan kerja KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara dan pengawas bisa lebih maksimal,” tambahnya.
Selain itu, Bagja juga mengungkapkan tantangan pengawasan dalam Pilkada Serentak 2024 lalu, salah satunya terkait akses terhadap Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
“Pengawas pemilu tidak diberikan akses penuh atau sangat terbatas terhadap dokumen pencalonan yang diunggah ke Silon,” ungkapnya.
Keterbatasan akses ini menyulitkan Bawaslu dalam memverifikasi keabsahan dokumen persyaratan pencalonan, seperti ijazah, SKCK, surat keterangan bebas pidana, dan dokumen lainnya.
Sebelumnya, Anggota KPU Idham Holik juga menyampaikan usulan serupa. Menurutnya, KPU telah meminta kepada pemerintah agar pemilu dan pilkada tidak dilaksanakan pada tahun yang sama.
Usulan ini bahkan sudah disampaikan KPU dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI.
’’Kami (KPU) meminta adanya jeda. Hal ini masih dalam kerangka putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang alternatif bentuk keserentakan penyelenggaraan pemilu di Indonesia,” ujar Idham.
Idham menambahkan bahwa Mahkamah Konstitusi melalui putusan tersebut juga menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan rezim hukum antara UU Pemilu dan UU Pilkada. Dengan adanya usulan ini, Bawaslu dan KPU berharap proses demokrasi di Indonesia bisa berjalan lebih tertib, efektif, dan akuntabel. (jpnn/c1/abd)

Tag
Share