Rekayasa SHM, Mantan Kepala BPN dan PPAT Ditahan

DITAHAN: Mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan tahun 2008 ditahan oleh Kejati Lampung usai diperiksa selama enam jam.-FOTO LEO DAMPIARI -
Terlibat Kasus Penyerobotan Tanah Kemenag RI, Negara Rugi Rp54 Miliar
LAMPUNG SELATAN – Dua pejabat pertanahan di Kabupaten Lampung Selatan resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Mereka adalah Lukman, mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan tahun 2008, dan Theresia, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di wilayah yang sama.
Keduanya dijerat dalam kasus tindak pidana korupsi penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di atas tanah milik negara, tepatnya aset Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) yang berada di Desa Pemanggilan, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
BACA JUGA:Lampung Sukses Jadi Tuan Rumah Festival Ekonomi Syariah Regional
Sebelum resmi dijebloskan ke balik jeruji besi, kedua tersangka menjalani pemeriksaan intensif selama enam jam di kantor Kejati Lampung pada Rabu (25/6) petang. Setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup, status mereka ditingkatkan menjadi tersangka.
Pantauan Radar Lampung di lokasi, keduanya keluar dari ruang pemeriksaan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Keduanya kemudian digiring menuju mobil tahanan secara bergantian.
Saat ditanya awak media, tersangka Lukman enggan memberikan komentar. Ia hanya menyampaikan satu kalimat singkat. ’’Mohon doanya saja,” katanya singkat sebelum masuk mobil tahanan.
Sementara, Aspidsus Kejati Lampung Armen Wijaya menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari penerbitan sertifikat hak milik atas tanah milik Kemenag RI. Lukman, dalam kapasitasnya sebagai Kepala BPN saat itu, memerintahkan bawahannya untuk memproses sertifikat atas lahan negara tersebut.
Permohonan sertifikat tersebut diajukan oleh seorang saksi berinisial AF dan tersangka Theresia. Keduanya menggunakan dokumen palsu dalam proses tersebut.
Theresia, yang seharusnya mengetahui bahwa dokumen yang digunakan tidak sah, justru turut membantu proses penerbitan agar bisa disetujui oleh Kantor Pertanahan Lampung Selatan.
’’Seharusnya dia (Theresia) menolak atau menghentikan proses karena mengetahui dokumennya tidak sah. Tapi justru membantu memuluskan prosesnya,” tegas Armen.
Hasil penyidikan mengungkap adanya rekayasa data yang melibatkan beberapa pihak, termasuk kedua tersangka. Tujuannya jelas: mengambil alih lahan milik negara dengan cara melawan hukum.
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Lampung, kerugian negara akibat kasus ini lebih dari Rp54 miliar.