Harga Listrik di AS Naik hingga Tembus Rp30 Juta per Tahun

Ilustrasi listrik--FOTO PEXELS
JAKARTA - Warga Amerika Serikat (AS) kini menghadapi lonjakan harga listrik rumah tangga yang melampaui laju inflasi umum. Menurut data Indeks Harga Konsumen (CPI) per Mei 2025, tarif listrik meningkat 4,5% dalam setahun terakhir, nyaris dua kali lipat dari inflasi keseluruhan untuk semua barang dan jasa.
Mengutip CNBC International, Minggu (22/6), kenaikan tarif ini diprediksi berlanjut hingga 2026. Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) menyebut bahwa sejak 2022, harga listrik tumbuh lebih cepat dari laju inflasi umum.
“Ini adalah persoalan klasik tentang penawaran dan permintaan,” kata Wakil Presiden Eksekutif Energi di Bipartisan Policy Center dan mantan penasihat hukum Departemen Energi AS David Hill.
Menurut Hill, penonaktifan pembangkit listrik lama berlangsung lebih cepat dibanding penambahan fasilitas baru, sementara permintaan listrik terus meningkat.
Rata-rata rumah tangga AS mengeluarkan sekitar Rp28,1 juta untuk listrik pada 2023. Jika tren berlanjut, angka ini diperkirakan naik menjadi Rp30,4 juta pada 2025, atau naik sekitar Rp3,5 juta dibandingkan 2022.
Kenaikan ini dihitung dengan asumsi tingkat konsumsi listrik tidak berubah. Data terbaru menunjukkan harga listrik rumah tangga nasional mencapai sekitar Rp2.720 per kilowatt-jam (kWh) pada Maret 2025, tetapi sangat bervariasi antar negara bagian. Di North Dakota, tarif rata-rata berada di angka Rp1.760 per kWh, sementara di Hawaii mencapai Rp6.560 per kWh.
EIA memperkirakan tarif listrik akan naik paling tajam di wilayah Pasifik, Atlantik Tengah, dan New England, wilayah yang memang sudah sejak lama memiliki harga listrik tertinggi di AS.
Di kawasan Pasifik saja, harga listrik rumah tangga diproyeksikan naik hingga 26% dari 2022 hingga 2025. Artinya, tarif rata-rata bisa tembus lebih dari Rp3.360 per kWh. Sebaliknya, kawasan Barat Utara Tengah diperkirakan mengalami kenaikan lebih moderat, sekitar 8%, menjadi hampir Rp1.760 per kWh.