Presiden Prabowo Tegaskan Empat Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh

Presiden Prabowo resmi memutuskan empat pulau sengketa masuk wilayah Aceh setelah melalui kajian dokumen pemerintah. -FOTO DISWAY -
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama jajaran kementerian untuk membahas sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara.
’’Pemerintah dipimpin langsung oleh presiden. Dan tadi kami mengadakan rapat terbatas untuk mencari jalan keluar terkait dinamika empat pulau di Sumatera Utara dan Aceh,” ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Kantor Kepresidenan, Selasa (17/6).
Hasil dari rapat tersebut, pemerintah secara resmi memutuskan bahwa empat pulau yang dipersoalkan masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Aceh. Keputusan ini diambil berdasarkan kajian mendalam dari dokumen dan data yang dimiliki pemerintah.
“Berdasarkan laporan dari Kemendagri serta dokumen-dokumen pendukung, Presiden memutuskan bahwa pemerintah harus berpegang pada dokumen resmi yang ada. Empat pulau tersebut, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Aceh,” tegas Prasetyo.
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menyampaikan penolakannya terkait wacana pengalihan empat pulau tersebut ke Sumatera Utara. Ia menegaskan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sejak dahulu merupakan bagian dari Aceh.
“Empat pulau itu memang wilayah Aceh. Kami memiliki bukti kuat, baik dari aspek sejarah maupun data administratif sejak zaman dahulu,” kata Muzakir di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Muzakir juga menegaskan bahwa secara historis dan geografis, keempat pulau tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Aceh.
“Itu memang hak Aceh. Ada bukti sejarah, letak geografis, hingga perbatasan iklim yang semuanya mendukung klaim tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap rencana besar yang tengah dibahas di kalangan elite pemerintahan.
Menurutnya, Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Mohamed bin Zayed (MBZ) tertarik untuk membangun resor mewah di pulau-pulau eksotis di Aceh Singkil.
“Waktu itu saya bilang ke Gubernur Aceh, supaya diakomodasi. MBZ itu pengin punya satu resor yang bisa dia tinggali. Mereka sudah meninjau langsung, pulaunya bagus banget. Ada kawasan seperti rawa, tapi yang indah dan masih alami, dengan macam-macam satwa,” ujar Luhut, blak-blakan, seperti tampak dari sebuah potongan video yang tengah viral di media.
Pulau yang dimaksud — yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil — saat ini tengah disengketakan kepemilikannya antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Sengketa kepemilikan tersebut juga tengah menjadi perhatian Komisi II DPR RI.
Menurut anggota Komisi II, Rifqi, DPR juga tengah mempertimbangkan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan Sumatera Utara demi memberikan kepastian mengenai status administratif kepulauan tersebut.
“Jika diperlukan, revisi UU akan dilakukan. Tujuannya jelas: untuk memastikan keempat pulau itu masuk ke provinsi mana,” ujar Rifqi, Minggu (15/6/2025).
Rifqi juga menekankan kepastian tersebut penting untuk perencanaan pembangunan, penggunaan anggaran daerah (APBD), dan kependudukan masyarakat setempat.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga tengah membentuk Tim Rupa Bumi yang melibatkan 10 kementerian dan lembaga untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tim tersebut diketuai langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
“Hasil kerja tim nanti akan menjadi acuan. Jika ada evaluasi lebih lanjut, Komisi II akan memanggil Mendagri dan para kepala daerah yang terlibat,” jelas Rifqi.
Dengan potensi investasi besar dari Timur Tengah dan masalah perbatasan yang tengah bergulir, masa depan pulau-pulau kecil nan eksotis di Aceh Singkil menjadi perhatian penting dan skala nasional.
Sebelumnya, Permasalahan terkait 4 pulau Aceh yang dialihkan ke Sumatera Utara terus bergulir dan menjadi perdebatan.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, blak-blakan menyampaikan alasan mengenai 4 pulau yang tengah menjadi rebutan tersebut. Menurutnya, pulau-pulau tersebut merupakan milik Aceh dan punya potensi sumber energi yang melimpah — setara dengan Andaman.
Meskipun masalah kepemilikan terus bergulir, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang dituding melakukan pengalihan kepemilikan 4 pulau tersebut, hingga saat ini tak kunjung memberikan solusi.
Diketahui, 4 pulau yang tengah menjadi perdebatan tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Muzakir Manaf juga menyatakan bahwa berdasarkan sejarah dan bukti yang ada, 4 pulau tersebut memang merupakan bagian dari Aceh.
“Tapi yang jelas, 4 pulau itu adalah hak kita, dan untuk apa kita harus berteriak kalau memang itu memang milik rakyat Aceh,” tegasnya.
Selain soal kepemilikan, 4 pulau tersebut juga tengah menjadi perdebatan karena potensi sumber energi yang melimpah di sekitarnya.
“Kandungan energi dan gas yang ada di kawasan tersebut sama besarnya dengan Andaman,” ujar Muzakir.
Andaman merupakan kepulauan yang terletak di sebelah tenggara Teluk Benggala, sebelah barat Myanmar, dan sebelah utara Aceh.
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Rosa Permata Sari, menyampaikan potensi pasokan dari Blok Andaman diperkirakan mencapai 2–5,5 TCF dan dapat memenuhi kebutuhan yang bervariasi.
Sedangkan WK Andaman II saat proses pengeboran Timpan-1 mampu menghasilkan 27 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 1.884 barel kondensat per hari (BCPD).
Andaman II juga punya potensi yang cukup signifikan, meskipun tak sebesar Blok Masela.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, 13 Desember lalu, menyampaikan bahwa penemuannya memang cukup signifikan.
“Kalau dilihat, memang tidak sebesar Masela, tapi boleh dibilang separuhnya. Dan itu baru Andaman II, masih ada Andaman I dan South Andaman yang juga punya potensi besar,” kata Tutuka.
BACA JUGA:Diterjang Angin Kencang, PLN Tanjung Karang Bergerak Cepat Pulihkan Listrik di Sejumlah Wilayah Bandar Lampung
Jumlah sumber daya di area Andaman diperkirakan mencapai 4.865 MMBOE (discovery 260, prospect 1.970, dan lead 2.635).
Andaman I dikelola oleh KKKS MP (80%) dan Premier Oil/Harbour Energy (20%) dan ditargetkan mulai onstream tahun 2030.
Andaman II dikelola oleh Premier Oil/Harbour Energy (40%), MP (30%), dan BP (30%), dengan jadwal onstream tahun 2028.
Sementara Andaman III dikelola Repsol (51%) dan Petronas (49%).
South Andaman dikelola MP (80%) dan Premier Oil/Harbour Energy (20%) dan juga ditargetkan mulai onstream 2030.
Sementara
Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memimpin rapat dengan Tim Rupa Bumi yang bekerja tahun 2008-2009.
“Saya meminta kepada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri untuk melakukan beberapa langkah-langkah strategis. Yang pertama, Menteri Dalam Negeri akan segera memimpin rapat dengan Tim Rupa Bumi yang bekerja tahun 2008-2009,” kata Rifqi saat dikonfirmasi, Minggu, 15 Juni 2025.
Rifqi menjelaskan Tim Rupa Bumi ini terdiri dari 10 kementerian/lembaga yang Kementerian Dalam Negeri merupakan lead untuk memimpinnya.
“Nah tim ini akan segera dipanggil untuk kembali oleh Kementerian Dalam Negeri dalam waktu dekat untuk menelusuri sejauh mana objektifitas kesimpulan hasil kajian tim tahun 2008-2009 pada waktu itu,” ujarnya.
Selanjutnya, Rifqi juga meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk segera mengundang Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara serta Bupati Aceh Sikil serta Bupati Tapanuli Tengah untuk mendengarkan hasil penelusuran Menteri Dalam Negeri dengan 10 kementerian/lembaga negara yang tergabung dalam Tim Rupa Bumi untuk disampaikan kepada kepala daerah dan DPRD setempat.
Ia mengatakan hasil itu tentu nanti akan membuahkan berbagai rekomendasi, apakah bisa disepakati hasil dari Tim Rupa Bumi atau ada evaluasi.
“Dalam konteks evaluasi itu, maka Komisi II DPR RI akan memanggil Menteri Dalam Negeri dan para Kepala Daerah,” pungkasnya.
Bahkan, kata dia, Komisi II DPR RI tak menutup kemungkinan akan merevisi UU Pemerintahan aceh dan undang-undang tentang Sumatera Utara.
Hal itu, dilakukan untuk memastikan fiksasi 4 pulau tersebut berada di mana.
“Jika diperlukan melakukan revisi terhadap undang-undang pemerintah Aceh dan undang-undang tentang Sumatera Utara untuk memastikan fiksasi 4 pulau tersebut berada dimana, itu akan kami lakukan pada wilayah kami di DPR RI,” tegasnya.
Menurutnya, kepastian keberadaan wilayah 4 pulau itu menjadi penting karena itu terkait dengan bagaimana perencanaan pembangunan daerah, bagaimana penggunaan APBD di kabupaten dan provinsi, termasuk bagaimana “status” kependudukan penduduk-penduduk di 4 pulau tersebut.
Ia memastikan pihaknya akan melakukan fungsi-fungsi pengawasan dan efektif kepada Kementerian Dalam Negeri.
“Saya kira itu langkah-langkah yang kami lakukan dalam beberapa hari ke depan. Kami akan terus melakukan fungsi-fungsi pengawasan dan efektif kepada Kementerian Dalam Negeri sebagai mitra kerja kami, sekaligus berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ini dengan cara yang solutif dan komprehensif,” tutupnya. (disway/c1/abd)