DKPP Sidangkan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Bawaslu Provinsi Papua

Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito saat memimpin sidang pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Bawaslu Provinsi Papua. -FOTO DKPP -

JAKARTA — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 136-PKE-DKPP/IV/2025 di ruang sidang DKPP, Jakarta, Jumat (13/6).
Perkara tersebut diadukan oleh Iwan Kurniawan Niode yang memberikan kuasa kepada Arsi Divinubun.
Pengadu melaporkan Ketua Bawaslu Provinsi Papua Hardin Halidin (teradu I) beserta empat anggotanya, yaitu Amandus Situmorang, Haritje Latuihamallo, Yacob Paisei, dan Yofrey Piryamta N. Kebelen (teradu II–V).
Para teradu diduga tidak melakukan pencegahan dan malah membiarkan terjadinya pelanggaran yang terjadi di KPU Provinsi Papua saat proses pencalonan dan penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua yang tidak memenuhi syarat.
Pengadu juga menyebut kelima teradu tidak melakukan koreksi atas dokumen persyaratan Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana atas nama calon Wakil Gubernur Yeremias Basai.
Padahal, seharusnya dokumen tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Serui sesuai domisili Yeremias Basai.
“Secara administratif dan yuridis, syarat tersebut seharusnya dianggap tidak memenuhi syarat, sehingga teradu I–V seharusnya merekomendasikan penolakan pendaftaran Benhur Tomi Mano–Yeremias Basai,” tegas Pengadu.
Selain itu, teradu I–V juga dianggap melakukan kecerobohan dan kelalaian saat perbaikan dokumen pendaftaran, sehingga proses perbaikan tersebut terkesan disembunyikan.
Pengadu juga menyebut terjadi kelalaian saat proses perbaikan, tanggapan masyarakat, klarifikasi, dan penetapan calon kepala daerah.
“Menurut pengadu, teradu I–V bukan melaksanakan pengawasan, tapi malah melindungi dan menjaga Benhur Tomi Mano dan Yeremias Basai dari potensi gagal calon,” katanya.
Selain kelima teradu tersebut, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dan satu anggotanya, Puadi, juga turut diadukan. Keduanya diduga tidak profesional, tidak jujur, dan tidak adil saat menangani sejumlah laporan pelanggaran.
Setidaknya terdapat empat laporan pelanggaran yang tidak ditindaklanjuti oleh Rahmat Bagja dan Puadi, termasuk laporan nomor 012/PL/PG/RI/00.00/K1/XI/2024 tanggal 15 November 2024.
“Laporan tersebut tidak diregistrasi karena tidak memenuhi syarat materiel atau tidak ditemukan pelanggaran administrasi, padahal pelanggaran tersebut memang terjadi dan harus diberi tindakan tegas,” pungkas Pengadu.
Teradu I–V membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan pengadu. Pengawasan yang mereka lakukan dinilai sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Teradu III, Haritje Latuihamallo, menjelaskan bahwa Bawaslu Provinsi Papua selalu melaksanakan pengawasan di setiap tahapan proses pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Saat pendaftaran, kami melakukan pengawasan dan memastikan KPU Provinsi Papua, melalui petugas verifikator, memeriksa kesesuaian dan kelengkapan dokumen yang diserahkan dan diunggah di Silonkada,” katanya.
Haritje juga menyatakan bahwa dokumen perbaikan yang disampaikan Yeremias Basai diterima dan memenuhi syarat.
Bawaslu Provinsi Papua juga melakukan pendampingan saat KPU melakukan klarifikasi atas tanggapan masyarakat mengenai dokumen tersebut.
“Terkait klarifikasi ke Pengadilan Negeri Jayapura, kami mendapatkan undangan, tetapi saat tiba di sana, penandatanganan berita acara klarifikasi sudah selesai. Dan kami tidak pernah mendapatkan salinannya,” pungkas Haritje.
Teradu VI, Rahmat Bagja, juga membenarkan tidak meregistrasi sejumlah laporan pelanggaran, termasuk nomor 012/PL/PG/RI/00.00/K1/XI/2024, yang diadukan oleh Pengadu.
Rahmat Bagja menjelaskan bahwa laporan tersebut memang tidak memenuhi syarat materiel atau tidak ditemukan pelanggaran, sesuai Pasal 12 Ayat (4) Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.
Selain itu, Bawaslu Provinsi Papua juga memang tengah menangani dan menyelesaikan laporan yang diterimanya.
“Sesuai ketentuan Pasal 12 Ayat (4) Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024, hasil kajian awal berupa dugaan pelanggaran yang tengah dan/atau yang diselesaikan oleh pengawas di tingkat provinsi tidak dapat diregistrasi lagi di Bawaslu RI,” pungkas Rahmat Bagja.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan tersebut dipimpin Ketua Majelis Heddy Lugito, dan dua Anggota Majelis yaitu Ratna Dewi Pettalolo dan J. Kristiadi. Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan Nomor Perkara 111-PKE-DKPP/II/2025.
Sidang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (13/6) pukul 09.00 WIB di kantor KPU Provinsi Lampung.
Perkara ini dilaporkan oleh Ahmad Basri, yang mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Tulang Bawang Barat, Agus Tomi (teradu I), bersama dua anggota lainnya, yakni Kadarsyah (teradu II) dan Cecep Ramdani (teradu III).
Ketiganya diduga melanggar kode etik karena dianggap tidak jujur dan tidak profesional dalam menangani laporan dugaan praktik politik uang yang terjadi di Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Meski pelapor telah menyerahkan bukti berupa uang tunai sebesar satu juta rupiah, laporan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh pihak Bawaslu setempat.
Sekretaris DKPP, David Yama, menjelaskan bahwa sidang ini akan mendengarkan keterangan dari seluruh pihak terkait, termasuk pelapor, teradu, saksi, dan pihak lain yang relevan.
“Pemanggilan seluruh pihak telah dilakukan secara patut sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017, sebagaimana telah diubah terakhir melalui Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022,” ujar David.
Sidang akan bersifat terbuka untuk umum. Masyarakat maupun awak media yang ingin mengikuti jalannya persidangan dipersilakan hadir langsung sebelum sidang dimulai.
“Bagi masyarakat atau jurnalis yang hendak meliput, kami persilakan datang lebih awal,” imbuhnya.
Sebagai bentuk transparansi, persidangan ini juga akan disiarkan secara langsung melalui kanal resmi YouTube dan Facebook DKPP.
“Dengan begitu, siapa pun bisa mengikuti proses sidang pemeriksaan ini dari mana saja,” pungkas David.
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) dengan nomor perkara 116-PKE-DKPP/II/2025. Sidang berlangsung di kantor KPU Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, Kamis (22/5).
Perkara ini diajukan oleh Anggit Kurniawan Nasution melalui kuasa hukumnya, Ali Mursyid dan tim. Mereka melaporkan Ketua Bawaslu Kabupaten Pasaman Rini Juita serta dua anggotanya, Zaini Afandi dan Lumban Tori.
Pengadu menuduh Rini Juita telah menyampaikan pernyataan tidak sesuai fakta hukum dalam rekomendasi hasil kajian dugaan pelanggaran pemilihan yang digunakan dalam sidang perselisihan hasil Pilkada Pasaman di Mahkamah Konstitusi. Ketiga teradu juga dinilai tidak adil dalam menangani laporan pelanggaran, serta tidak menyusun kajian berdasarkan fakta, bukti, dan analisis hukum yang memadai.
“Ada dua laporan terhadap klien kami ke Bawaslu Pasaman, tapi putusannya berbeda. Ini menunjukkan ketidakprofesionalan dan inkonsistensi,” tegas kuasa pengadu, Pria Madona.
Menanggapi aduan tersebut, Rini Juita membenarkan pernyataannya dalam sidang MK bahwa Anggit Kurniawan dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil bupati Pasaman. Hal ini menyusul pembatalan Surat Keterangan Tidak Pernah Terpidana yang sebelumnya digunakan Anggit, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
’’Surat dari PN Jaksel menyatakan surat keterangan tersebut dibatalkan, sehingga yang bersangkutan tidak memenuhi syarat,” ujarnya. (dkpp/c1/abd)

Tag
Share