Tangani Sampah Pakai Lalat

BERI PENJELASAN: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6).-FOTO CELVIN SIPAHUTAR/BERITASATU.COM -

JAKARTA - Pemerintah menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam pengelolaan sampah, baik dari hulu maupun hilir. Salah satu upaya yang bakal digencarkan pemerintah adalah dengan penggunaan lalat untuk mengintervensi volume sampah organik dari hulu.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelang rapat terbatas dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6).

Tito mengungkapkan sampah organik diolah menggunakan metode biologis, salah satunya dengan memanfaatkan lalat khusus untuk menghasilkan belatung untuk mengurai sampah. Dengan cara ini, volume sampah yang sampai ke tempat pembuangan akhir bisa ditekan secara signifikan.

BACA JUGA:Ayu Asalasiyah Resmi Jabat Bupati Waykanan

"Nanti yang sampah organiknya disuplai lalat khusus untuk itu dan kemudian nanti ada jadi belatung, belatungnya makan (sampah), sehingga pada waktu di tempat pembuangan akhirnya tinggal sedikit," ujar Tito.

Dalam hal pengelolaan sampah dari hulu, Tito juga menyebut sejumlah daerah telah melakukan penanganan progresif dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk proses recycle atau mendaur ulang. Kemendagri pun akan terus mendorong berbagai wilayah untuk proaktif dalam penanganan sampah baik organik maupun anorganik.

"Dari hulu misalnya beberapa daerah melibatkan masyarakat seperti di daerah Bali, Klungkung, Gianyar, Banyuwangi, Sumedang itu melibatkan masyarakat yang mengumpulkan sampah dan kemudian membuat kelompok, kemudian nanti akan dibeli oleh pihak-pihak ketiga ya untuk recycling,” jelas Tito.

Sementara itu, untuk pendekatan hilir, Tito menyoroti sistem pengelolaan sampah pada proses akhir. Ia menyebutkan di tempat pemrosesan akhir seperti Bantar Gebang, pemanfaatan teknologi akan dioptimalkan untuk mengkonversi sampah menjadi produk bernilai ekonomis.

Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi yang berkelanjutan untuk permasalahan sampah di Indonesia, dengan menggabungkan partisipasi publik dan inovasi teknologi.

"Ada juga yang menggunakan metode hilir seperti di Jakarta kan. Hilir itu artinya kita kan hanya mengumpulkan di bak-bak sampah, tidak mengolah sendiri, setelah itu kan nanti diangkut ke tempat pembuangan akhir, seperti di Bantar Gebang.  Setelah itu nanti dibakar, saya lupa istilah teknologinya dibakar, kemudian dijadikan kayak briket-briket sehingga memiliki nilai ekonomis," tutup Tito. (beritasatu/c1/yud)

 

Tag
Share