Bayi Meninggal usai Operasi, RSUDAM Disorot

Radar Lampung Baca Koran--

Soal Etika dan Layanan Medis

LAMPUNG SELATAN – Duka mendalam menyelimuti keluarga kecil Sandi Saputra (27) dan Nida Usyofi (23), warga Kalianda, Lampung Selatan. Bayi perempuan mereka, Alesha Erina Putri, meninggal dunia pascaoperasi di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Bandarlampung.

Namun, kepergian putri semata wayang Sandi itu menyisakan tanda tanya besar. Keluarga melontarkan keluhan keras terhadap pelayanan rumah sakit, serta dugaan praktik tidak etis dari dokter yang menangani operasi.

Sandi dan Nida, warga Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda, selaku orang tua bayi melontarkan keluhan pelayanan rumah sakit dan dokter yang menangani operasi.

BACA JUGA:DPR RI Siap Revisi UU Hak Cipta, Tunggu Kajian dari Kemenkumham

Dibayangi duka mendalam usai prosesi pemakaman, Sandi ditemani kerabat Elda Matani membeberkan kisah pilu hingga nyawa putri semata wayangnya terenggut.

’’Bayi ini awalnya kembung dibawa ke RSUD dr. Bob Bazar Kalianda, lalu kami minta rujukan ke Rumah Sakit Abdul Moeloek, kemudian dilakukan rontgen dan ditangani dokter BR," buka Elda, Rabu (20/7).

Dari hasil rontgen, bayi Alesha mengalami masalah pada usus atau nama penyakitnya hirschprung alias hispro. Dari situlah, dokter BR menyarankan untuk segera dilakukan operasi terhadap bayi karena jika tidak, lama kelamaan bisa menyebabkan infeksi.

"Tanggal 19 Juli 2025 kita lakukan rontgen lalu dibuatkan jadwal operasi tanggal 18 Agustus 2025, karena cuti bersama diundur tanggal 19 Agustus 2025, tapi tanggal 18 Agustus 2025 bayi sudah mulai di infus dan tranfusi darah," sambung Elda Matani.

Menurutnya, Ada dua rekomendasi dari dokter BR, pertama operasi pemotongan usus dibuat kantong stoma untuk mengeluarkan tinja dan operasi tersebut harus dilakukan berulang-ulang.

"Dan dia menyarankan operasi satu lagi dengan operasi satu kali tapi menggunakan alat. Alat itu tidak di cover BPJS dan kami harus beli sendiri ke dokter BR langsung harganya sekitar Rp8 juta," jelas Elda Matani.

Sebelumnya, dokter BR juga sempat menyampaikan jika alat stapler harus dipesan lebih dulu karena proses kedatangan lama sekitar 10 hari. Keluarga pun mengamini dan mentransfer uang sejumlah Rp8 juta ke rekening dokter BR.

"Tapi setelah kita transfer beberapa hari, alatnya langsung ada, secepat itu datang dan dilakukanlah operasi tanggal 19 Agustus 2025," kata Elda Matani.

Menurut Elda Matani, ia tidak tahu persis alat itu digunakan atau tidak dalam tindakan operasi. Namun, dokter BR sempat memperlihatkan kotak alat.

Tag
Share