PP 28/2024 Dinilai Perparah Krisis PHK di Industri Media dan Kreatif

Ilustrasi PHK.--FOTO DOK. JAWAPOS.COM
JAKARTA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tengah melanda industri media dan kreatif berpotensi memburuk dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Regulasi ini dinilai menambah beban sektor yang sudah tertekan oleh penurunan pendapatan dan bisnis yang menantang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menyampaikan keprihatinannya terkait dampak PP 28/2024 terhadap keberlangsungan media penyiaran. Ia menilai regulasi yang membatasi ruang gerak industri, khususnya dalam hal periklanan, justru berisiko mempercepat krisis ketenagakerjaan.
’’Dalam kondisi ekonomi dan bisnis seperti saat ini, akan sangat membantu jika regulasi yang akan berdampak terhadap keberlangsungan media ditunda, direlaksasi, atau disederhanakan," ujar Gilang dalam keterangannya, dikutip Rabu (28/5).
Menurutnya, penyederhanaan regulasi bukan hanya soal efisiensi birokrasi, tetapi juga bentuk nyata keberpihakan negara terhadap industri media nasional yang tengah berjuang untuk bertahan hidup. Regulasi yang rumit dan berbelit-belit seperti PP 28/2024 dinilai hanya akan menambah beban industri media.
"Semua regulasi yang mengurangi atau menghambat daya saing dan menurunkan pendapatan media penyiaran sebaiknya disederhanakan dan bila perlu ditunda, bahkan dicabut," tegasnya.
Gilang menambahkan bahwa tekanan terhadap industri media saat ini sangat nyata. Penurunan pendapatan iklan, beban operasional yang tinggi, dan menurunnya daya beli masyarakat telah memaksa banyak perusahaan media melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.
"Jelas jika pendapatan turun sementara beban biaya tetap ada, maka kemungkinan keberlanjutan usaha (business continuity) berkurang. Jika banyak usaha yang krisis, akan terjadi PHK. Di lain pihak daya beli masyarakat turun," katanya.
Menurut Gilang, segala hal yang mengurangi daya saing dan pendapatan harus ditiadakan agar media bisa bertahan hidup. "Inilah wujud keberpihakan negara kepada media massa Indonesia," imbuhnya.