SR Jangan Sebatas Jalani Program Nawacita Presiden

Pemerhati pendidikan Gino Vanollie, S.Pd., M.H. (batik merah) dan pemerhati anak Toni Fisher.--FOTO KOLASE.ANGGI RHAISA

 

Senada dengan Gino, pemerhati anak sekaligus Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung Toni Fisher menyatakan, pada intinya mendukung program pemerintah pusat dan daerah adanya SR. ’’Tapi, jangan sampai SR terkesan tidak hanya sebagai sekolah percobaan sesaat dari program pemerintah. Termasuk tentang pendataan calon siswa yang masuk SR harus benar-benar tepat sasaran. Jangan pura-pura mendadak miskin! Terpenting, SR tidak simbolis, parsial, dan dekoratif," jelasnya.

 

Toni mencontohkan program sekolah inklusi. ’’Setiap anak bisa sekolah di sekolah umum apa pun, namun disesuaikan dengan kondisi anak. Kenyataannya di lapangan, masih ada beberapa anak dari kurang mampu yang belum mendapatkan hak yang sama untuk mengenyam pendidikan,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Toni, sumber daya manusia (SDM) atau guru pendamping (shadow teacher) ternyata enggak semua sekolah umum punya. ’’Alasan lainnya yang ditemukan di lapangan tidak sesuai dengan sekolah inklusi. Padahal sekolah umum telah ditetapkan sebagai inklusi yang tidak ada perbedaan apa pun untuk siswa-siswanya. Semua siswa memiliki hak yang sama. Maksud saya, kalau hanya sekadar pelaksanaan program nawacita Presiden Prabowo, saya tidak setuju adanya SR. Namun kalau SR ini memang program berkelanjutan dan dijamin keberadaan sampai seperti sekolah umumnya, saya setuju dan mendukung," jelasnya. (*)

 

 

Tag
Share