Transformasi Ekonomi ala Prabowonomics: Solusi atau Delusi?

ILUSTRASI Transformasi Ekonomi ala Prabowonomics: Solusi atau Delusi? -FOTO MAULANA PAMUJI GUSTI/HARIAN DISWAY -

Kondisi geopolitik global, perubahan iklim, ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang AS versus Tiongkok, ancaman pandemi baru, disrupsi kecerdasan buatan, dan beberapa faktor eksternal lainnya akan menjadi tantangan terciptanya kemandirian ekonomi di segala sektor.

 

Sebenarnya, konsep prabowonomics itu mengingatkan pada rekam jejak kebijakan Begawan Ekonomi Prof Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahanda Presiden Prabowo yang merupakan sosok ekonom yang pernah memainkan penting besar dalam perjalanan ekonomi Indonesia, mulai Orde Lama pada era Presiden Soekarno hingga pada awal Orde Baru masa Presiden Soeharto. 

 

Namun, tidak seperti Soemitro yang fleksibel dalam membaca perubahan zaman, Prabowo tampaknya lebih keukeuh pada konsep ekonomi yang cenderung memberikan peran lebih dominan kepada negara, seakan ingin mereduksi peran sektor swasta, dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia –terutama pasca terbentuknya Danantara– dan mengontrol ruang bagi geliat dinamika pasar. 

 

Pertanyaannya, apakah strategi itu akan berhasil membawa Indonesia ke arah yang lebih baik atau hanya mengulang kegagalan historis sang ayahanda?

 

INDUSTRI BERBASIS NILAI TAMBAH

 

Fundamental ekonomi Indonesia beberapa dekade terlalu bergantung pada basis komoditas yang minim inovasi dan tanpa nilai tambah. Misalnya, penerimaan negara dari ekspor yang masih didominasi komoditas batu bara, crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah, dan nikel. 

 

Deindustrialisasi dan perlambatan ekonomi yang terjadi pasca-commodity boom atau era tingginya harga dan permintaan komoditas sumber daya alam (SDA) pada era 2009–2014 seharusnya menjadi alarm bahwa Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada ekspor bahan mentah. 

 

Padahal, harga komoditas selalu fluktuatif mengikuti ritme harga pasar global. Ketika harga komoditas jatuh, penerimaan negara sektor SDA akan menurun drastis. Konsekuensinya, Indonesia kembali mengandalkan sektor konsumsi rumah tangga untuk menopang perekonomiannya. 

Tag
Share