Dilema Moral dalam Pendidikan dan Politik

Radar Lampung Baca Koran--
DILEMA
Pendidikan saat ini sedang menghadapi suatu dilema karena korupsi sudah menjadi (setidaknya dianggap) budaya. Tujuan pendidikan yang sangat mulia sebagaimana yang tertuang dalam Sisdiknas Tahun 2003 menghadapi tantangan kuat dari budaya korupsi.
Budaya sebagai struktur telah menginternalisasikan sikap hidup yang materialis dan konsumtif yang menjadi benih korupsi kepada setiap individu.
Meski pendidikan moral dan karakter terus dilakukan, masyarakat akan berhadapan dengan budaya korupsi, yang berlawanan dengan tujuan pendidikan. Di satu sisi pendidikan moral dan karakter membutuhkan keteladanan dan pembiasaan sebagai metodenya, sementara para elite justru memberikan teladan yang melanggar moral.
Pemerintah saat ini juga sedang menghadapi dilema antara penegakan hukum dan stabilitas politik. Ibarat pepatah buah simalakama: dimakan bapak mati, tetapi jika tidak dimakan ibu mati.
Penegakan moral (hukum) untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu yang mungkin akan menyeret para elite politik bisa berdampak kepada ketidakstabilan politik. Atau, membiarkan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para elite tidak tersentuh oleh hukum demi menjaga stabilitas politik.
Apa pun hasilnya, pemerintah harus memilih salah satu. Tindakan yang harus dipilih adalah membangun moral melalui penegakan hukum tanpa pandang bulu. Itu tentu membutuhkan keberanian karena memiliki risiko terjadinya ketidakstabilan politik.
Namun, pilihan itu jauh lebih baik untuk masa depan bangsa sebagaimana yang digagas para pendiri negara, bahwa moral dan karakter menjadi modal bagi kemajuan bangsa dan negara.
Selain itu, penegakan hukum terhadap para koruptor bisa menjadi pembelajaran bagi semua, bahwa moralitas harus menjadi landasan hidup, termasuk dalam berbangsa dan bernegara. (*)