RUU TNI Disahkan Jadi UU, Empat Pasal Penting yang Diubah

DISAHKAN: DPR resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) menjadi undang-undang, Kamis (20/3).-FOTO IST -
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono menegaskan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan menjadi undang-undang tetap berlandaskan pada prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi.
Fraksi Gerindra memastikan revisi ini tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan untuk menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional.
’’Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan supremasi sipil terjaga, serta tidak ada upaya untuk mendominasi ranah sipil dan politik dengan militer. Selain itu, fungsi pengawasan tetap dilakukan oleh DPR sesuai kewenangannya," ujar Budisatrio di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3).
Wakil Ketua Komisi I DPR ini berharap masyarakat juga dapat memahami substansi utama dari revisi UU ini.
BACA JUGA:Bupati Tulangbawang Usulkan Sekolah Rakyat
Menurut Budi, substansi revisi UU ini jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat. Dia menyayangkan disinformasi yang beredar, contohnya isu mengenai dwifungsi TNI.
"Tidak ada upaya mengembalikan dwifungsi TNI dalam revisi UU TNI. Fraksi Gerindra menjamin revisi UU ini sejalan dengan semangat reformasi," ujarnya.
Budisatrio juga memberikan penjelasan lengkap mengenai pasal demi pasal yang diubah dalam RUU TNI.
Pertama, Pasal 3 tentang kedudukan TNI dalam sistem pertahanan negara. Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa TNI berada di dalam Kementerian Pertahanan (Kemenhan), bukan di bawahnya, untuk memastikan bahwa TNI tetap memiliki otoritas dalam aspek pertahanan tanpa mengubah mekanisme komando yang ada.
Budisatrio menegaskan koordinasi antara TNI dan Kemenhan hanya mencakup kebijakan, strategi pertahanan, serta dukungan administrasi dalam perencanaan strategis, sementara operasional tetap menjadi ranah TNI.
"Koordinasi ini bertujuan agar kebijakan pertahanan selaras dengan kebutuhan strategis di lapangan. Poin ini hanya mempertegas amanat Pasal 10 UUD 1945 bahwa Presiden merupakan panglima tertinggi yang memegang komando atas TNI," ujarnya.
Kedua, Pasal 7 tentang penambahan tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Revisi UU TNI memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), khususnya dalam menghadapi ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri.
TNI kini memiliki peran dalam membantu pemerintah menanggulangi serangan siber, yang akan berfokus pada pertahanan terhadap ancaman digital yang semakin kompleks.
Selain itu, TNI juga diberi mandat untuk melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, terutama dalam situasi darurat atau konflik bersenjata.