Masyarakat Adat Merauke Desak Penghentian Total Proyek Strategis Nasional (PSN)
Lebih dari 250 masyarakat adat di Merauke menuntut penghentian total proyek strategis nasional (PSN) yang dianggap merugikan rakyat.-FOTO DISWAY -
JAKARTA – Lebih dari 250 masyarakat adat dan lokal di Merauke menggelar deklarasi yang menuntut penghentian total proyek strategis nasional (PSN) yang ada di wilayah tersebut. Deklarasi ini dihasilkan dari pertemuan Konsolidasi Solidaritas Merauke yang berlangsung pada 11–14 Maret 2025 di Kota Merauke, Papua Selatan, seperti dilansir dari laman resmi Walhi.
’’Kami menuntut penghentian total Proyek Strategis Nasional serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat. Pelaku kejahatan negara dan korporasi wajib mengembalikan semua kekayaan rakyat yang dicuri dan segera memulihkan kesehatan serta ruang hidup rakyat di seluruh wilayah yang dikorbankan atas nama kepentingan nasional,” demikian pernyataan dalam deklarasi yang dibacakan perwakilan warga pada Jumat, 14 Maret 2025.
Deklarasi ini tidak hanya dihadiri oleh warga Merauke, tetapi juga masyarakat terdampak dari berbagai daerah, termasuk proyek food estate di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Keerom - Papua, Merauke, dan Mappi - Papua Selatan; proyek Rempang Eco City di Kepulauan Riau; proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur; proyek geothermal Poco Leok di Nusa Tenggara Timur; industri ekstraktif Hutan Tanaman Energi dan bioenergi di Jambi; berbagai proyek PSN di Fakfak dan Teluk Bintuni - Papua Barat; serta ekspansi perkebunan sawit di seluruh tanah Papua.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Sigiro, mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga 2023, lembaganya telah menerima setidaknya 114 kasus aduan terkait PSN yang diduga kuat melanggar HAM dalam berbagai bentuk. Komnas HAM telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait.
“Pada kenyataannya, rekomendasi Komnas HAM tidak selalu diikuti, tetapi sangat penting untuk tetap membuat rekomendasi. Sebab, kalau tidak, kami tidak bisa meneruskan apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada pemerintah atau kepada pihak yang bertanggung jawab,” ujar Atnike.
Di sisi lain, Atnike mengakui bahwa Komnas HAM perlu meminta maaf kepada masyarakat jika dinilai tidak cukup cepat dalam menghasilkan rekomendasi. Banyak kasus yang diadukan lebih terkait dengan kebijakan daripada penegakan hukum, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk ditangani.
Wakil Menteri Hak Asasi Manusia, Mugiyanto Sipin, yang turut hadir dalam deklarasi, memilih untuk tidak berdebat dengan peserta mengenai dampak PSN. “Saya tidak akan mendebat apa yang disampaikan bapak, ibu, dan kawan-kawan sekalian. Saya akan membawa masukan ini ke Jakarta untuk dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait,” ujar Mugiyanto.
Koordinator Solidaritas Merauke, Franky Samperante, menegaskan bahwa deklarasi ini menjadi langkah awal dalam perlawanan terhadap penghancuran kehidupan dan ruang hidup masyarakat adat.
“Tugas kita berikutnya adalah memperbesar gerakan Solidaritas Merauke, terus menolak dan melawan PSN serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat. Kita juga harus mendesak pelaku kejahatan negara dan korporasi untuk mengembalikan serta memulihkan ruang hidup rakyat yang telah dikorbankan atas nama kepentingan nasional,” tegas Franky.
Sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan PSN, proyek ini dianggap lebih banyak membawa dampak buruk daripada manfaat bagi masyarakat adat, yang memiliki hak turun-temurun atas tanah dan hutan.
Laporan Komnas HAM juga menegaskan bahwa PSN sering kali melanggar hak-hak masyarakat, terutama dalam aspek kepemilikan tanah. Proyek-proyek ini dianggap melanggar banyak norma hukum dan berujung pada penghalangan serta pelanggaran hak-hak dasar masyarakat.
Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa sejak 2020 hingga 2024, setidaknya 103 ribu perempuan kehilangan sumber penghidupannya akibat perampasan tanah atas nama PSN. Kerusakan sumber air, hilangnya sumber pangan seperti sagu, sayuran hutan, serta ikan dan protein dari sungai serta laut, semakin memperburuk kondisi ekonomi rumah tangga masyarakat yang terdampak.
Meskipun sejumlah proyek PSN era Presiden Jokowi telah dicoret dari daftar, Presiden Prabowo baru-baru ini menetapkan 77 PSN baru, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa ancaman perampasan tanah dan pelanggaran hak-hak masyarakat akan terus berlanjut.
Melalui deklarasi ini, masyarakat Merauke bersama warga terdampak lainnya berharap agar pemerintah segera menghentikan proyek-proyek yang mengorbankan rakyat dan merampas hak-hak mereka atas tanah dan ruang hidup.
(disway/c1/abd)