Tindak Tegas 436 Perusahaan yang Punya Kebun Sawit di Kawasan Hutan!

--FOTO ANTARA
Mantan Bendahara Umum DPP Golkar ini menyatakan prihatin dengan banyaknya pelaku usaha yang dilaporkan memiliki kebun sawit tanpa izin di dalam hutan ini. Apalagi perilaku menyimpang ini terjadi hampir di seluruh Indonesia. Baginya, ini menunjukkan rendahnya kesadaran pelaku usaha untuk berinvestasi sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan.
”Kami Komisi IV mendukung Pemerintah mengambil tindakan tegas. Bagi yang tidak mau bayar denda, lahannya dikembalikan negara. Apalagi ini sudah terang-terangan dan banyak dilakukan di luar areaal hak mereka,” ucap Robert J. Kardinal.
Robert J. Kardinal juga meminta agar tambang-tambang yang beroperasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil ditindak. Dia menyerukan agar izin usaha tambang tersebut dicabut karena jelas berpotensi mengancam ekosistem laut.
”Pertambangan di pulau-pulau kecil ini sudah sangat meresahkan apalagi setelah ada revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara,” ungkap Robert J. Kardinal.
Pertambangan di pulau-pulau kecil, sebut Robert J. Kardinal, jelas sangat dilarang karena dapat merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Kegiatan ini juga bertentangan dengan upaya konservasi dan perlindungan lingkungan.
Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil jelas melarang penambangan pasir, minyak dan gas, serta mineral di pulau-pulau kecil. Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa penambangan di pulau-pulau kecil merupakan Abnormally Dangerous Activity.
Politisi asal Papua Barat Daya ini menuturkan, cukup banyak pulau-pulau kecil yang berubah jadi lokasi tambang. Contohnya, Pulau Pakal, Pulau Bunyu, Pulau Gee, Pulau Wawonii, Pulau Sangihe, Pulau Gag, dan sebagian pulau di Raja Ampat. Dia mewanti Kementerian Kehutanan tidak menerbitkan penggunaan kawasan hutan (pinjam pakai kawasan hutan) untuk kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil.
"Ini banyak tejadi dari Aceh sampai Papua dan itu merata. Seperti di Papua oleh PT Gag Nikel, itu karena keterlanjuran dan itu ratusan hectare. Kami minta itu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan aturan yang ada,” ujar Robert J. Kardinal.