PDIP Berubah Sikap Soal RUU DKJ
SAHKAN USUL INISIATIF: DPR RI mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi usul inisiatif DPR-FOTO DPR RI -
JAKARTA - PDI Perjuangan kini berubah sikap soal Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang memicu polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, RUU DKJ ini mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta ke depan akan dipilih dan diberhentikan oleh presiden.
PDIP yang sebelumnya sepakat dengan ketentuan ini, kini berubah sikap agar gubernur dan wakil gubernur tetap dipilih rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengakui pihaknya berubah sikap setelah mencermati dan mendengarkan masukan dan usulan dari masyarakat.
“Ya, kita kan terus kemudian mendengar aspirasi rakyat, jadikan politik ini dinamis terjadi beberapa perubahan-perubahan konstelasi sehingga di dalam melihat perubahan konstelasi itu, pedoman kita terpenting adalah suara rakyat rakyat ingin agar gubernur di DKI itu dapat dipilih (oleh rakyat),” kata Hasto di Gedung High End, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (6/12).
Hasto menegaskan, hukum tertinggi adalah kedaulatan rakyat termasuk dalam menentukan dan memilih pemimpin. Karena itu, keistimewaan DKI Jakarta tidak harus diwujudkan dengan mengubah ketentuan dalam undang-undang.
“Inilah kemudian kami terus mereka-mereka yang mengkritisi itu adalah suara rakyat, itu yang harus ditangkap termasuk oleh PDIP bahwa kepala daerah di DKI itu ya sebaiknya itu dipilih oleh rakyat karena rakyatlah yang berdaulat,” tegas Hasto.
Sebagaimana diketahui, RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kini resmi menjadi inisiatif DPR RI, setelah disahkan dalam rapat paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12). Sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU DKJ tersebut, yakni fraksi PDIP, fraksi Golkar, fraksi Gerindra, fraksi NasDem, fraksi Demokrat, fraksi PKB, fraksi PAN, dan fraksi PPP. Hanya fraksi PKS menolak pengesahan itu.
Dalam Pasal 10 bab IV RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi pasal 10 ayat (2).
RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun, dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI secara tegas menolak kehadiran Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Pasalnya, dalam draf RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyatakan, jika gubernur dan wakil gubernur tidak dilakukan dalam siatem pemilihan kepala daerah (Pilkada), maka sangat mengebiei hak-hak demokrasi masyarakat Jakarta.
“PKS menolak RUU DKJ. Jangan kebiri hak demokrasi warga Jakarta. Kita sudah otonomi daerah satu tingkat, cuma ada DPRD Provinsi, tidak ada DPRD Kabupaten/Kota dan juga tidak ada pemilihan Bupati/Wali Kota. Hanya ada pemilihan langsung di Gubernur,” kata Mardani kepada JawaPos.com, Rabu (6/12).
Ketua DPP PKS itu menyebut, pemerintah pusat seperti alergi terhadap proses demokrasi. Sebab, tak seharusnya jabatan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk langsung oleh presiden. “Tidak bijak, kian menunjukkan bahwa pemerintah alergi dengan demokrasi. Padahal demokrasi menjaga NKRI dengan kokoh,” tegas Mardani.
Sebagaimana diketahui, RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kini resmi menjadi inisiatif DPR RI, setelah disahkan dalam rapat paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12). (jpc/abd)
Sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU DKJ tersebut, yakni fraksi PDIP, fraksi Golkar, fraksi Gerindra, fraksi NasDem, fraksi Demokrat, fraksi PKB, fraksi PAN, dan fraksi PPP. Hanya fraksi PKS menolak pengesahan itu.
Dalam Pasal 10 bab IV RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi pasal 10 ayat (2), dikutip Selasa (5/12).
RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun, dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara, jabatan wali kota atau bupati, akan diangkat dan diberhentikan oleh gubernur. Dalam RUU DKJ juga
menjelaskan, gubernur dan DPRD di Provinsi DKJ dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah akan tetap dibantu oleh perangkat daerah, yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas daerah, badan daerah, dan kota administrasi/kabupaten administrasi.
“Perangkat daerah dan unit kerja perangkat daerah disusun berdasarkan beban kerja dan berbasis kinerja serta bersifat fleksibel,” bunyi pasal 12 ayat (4). (jpc/abd)