Bawaslu Header

Zulfikar Arse Sadikin Tanggapi Wacana Pilkada Dipilih oleh DPRD, Soroti Perubahan Aktor Politik

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menyarankan perubahan model Pilkada dan pentingnya perubahan aktor politik untuk memperbaiki demokrasi. Foto DPR RI --

JAKARTA, RADAR LAMPUNG – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin memberikan tanggapan terkait wacana yang disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilakukan melalui DPRD di masing-masing tingkatan, baik di level kabupaten/kota maupun provinsi. 

Presiden Prabowo mengusulkan hal ini karena tingginya biaya politik yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan ratusan Pilkada, yang menguras anggaran negara hingga triliunan rupiah.

Meskipun demikian, Zulfikar menilai bahwa selain memfokuskan kajian terhadap model pemilu yang paling tepat untuk pendalaman demokrasi (deepening democracy), yang lebih penting adalah perubahan pada aktor politik itu sendiri untuk memperbaiki kualitas demokrasi.

“Jangan hanya modelnya yang diubah, tetapi aktornya juga harus mau berubah. Partai politik, pasangan calon, dan pemilih harus bertransformasi. Kita memiliki tanggung jawab untuk melakukan pendidikan politik,” ujar Zulfikar saat dihubungi Parlementaria di Jakarta.

BACA JUGA:Pemkab Tulang Bawang Serahkan Bantuan Kepada Korban Banjir Rob, Pj. Bupati Berikan Pesan Penting

Zulfikar berpendapat bahwa model Pilkada sebaiknya tetap dilaksanakan secara langsung seperti saat ini, namun dengan rekayasa (engineering) agar dapat menghindari ekses negatif yang muncul dari Pilkada langsung. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan mendukung pembiayaan partai politik melalui APBN.

Untuk menghindari ekses negatif dari Pilkada langsung, Zulfikar mengusulkan pemisahan waktu pelaksanaan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Hal ini mengacu pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Pilkada juga merupakan bagian dari rezim Pemilu.

Menurutnya, Pemilu Lokal sebaiknya diselenggarakan secara serentak, di mana pemilihan DPRD tingkat kabupaten/kota serta kepala daerah dilaksanakan bersamaan. Sementara Pilkada di tingkat provinsi, termasuk pemilihan DPRD Provinsi dan gubernur, sebaiknya dilaksanakan setahun setelahnya, diikuti oleh Pemilu Nasional yang mencakup pemilihan DPR RI, DPD RI, serta Presiden dan Wakil Presiden.

BACA JUGA:Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, Pemkab Tulang Bawang Lampung Bentuk Posko Gabungan

“Kenapa kita pisah? Karena DPRD Provinsi, kabupaten/kota, dan gubernur adalah pemerintahan daerah. Jangan jadikan semuanya satu lagi. MK memberikan enam model keserentakan Pemilu yang bisa diterapkan,” ungkap Zulfikar yang merupakan politisi dari Fraksi Partai Golkar dan wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I.

Rekayasa Pemilu lainnya yang diusulkan Zulfikar adalah menegaskan bahwa partisipasi dalam Pemilu adalah kewajiban, bukan sekadar hak. Ia juga menekankan pentingnya metode kampanye yang mengutamakan dialog dan tatap muka, dengan mengurangi kampanye besar yang sering kali memicu praktik politik uang.

“Kampanye harus terbatas, Alat Peraga Kampanye (APK) juga harus dikurangi. Kita sudah memiliki media sosial dan media online, gunakan itu saja. Jika perlu, negara bisa menambah biaya untuk kampanye, tapi jangan sampai ada barang-barang merchandise yang dibagikan,” paparnya.

Zulfikar yakin bahwa dengan kampanye yang lebih berfokus pada program dan tatap muka, manipulasi suara akan berkurang. Hal ini akan mendidik masyarakat untuk lebih melihat program nyata yang ditawarkan oleh para calon pemimpin. (dpr/abd) 

 

Tag
Share