Rumah Sakit Wajib Waspada, Antibiotik Bisa Bikin Turun Akreditas

-PENGAWASAN ANTIBIOTIK: Kementerian Kesehatan menekankan pentingnya pengawasan terhadap penggunaan antibiotik oleh dokter dan rumah sakit untuk mengatasi resistensi antimikroba (AMR). FOTO IST-

JAKARTA, RADAR LAMPUNG – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia akan memberikan sanksi tegas bagi rumah sakit yang tidak memasukkan program pengendalian resistensi antimikroba (AMR) dalam standar akreditasi mereka. 

Hal ini sebagai upaya untuk memantau penggunaan antibiotik yang tidak tepat oleh dokter dan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi penyalahgunaan antibiotik oleh tenaga medis adalah dengan mewajibkan rumah sakit memasukkan program AMR dalam akreditasi mereka.

“Program AMR ini kami masukkan dalam standar akreditasi untuk memastikan dokter tidak sembarangan dalam meresepkan antibiotik,” ujar Azhar saat ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta, Kamis  21 November 2024.

BACA JUGA: Petani Milenial Resmi Bekerja

Setiap rumah sakit akan dinilai secara rutin setiap tahun untuk memastikan bahwa mereka mengikuti pedoman penggunaan antibiotik yang benar.

 “Penilaiannya bukan setiap lima tahun, tapi setiap tahun. Jika rumah sakit tidak melaporkan pelaksanaan program AMR melalui SATUSEHAT, mereka tidak akan lolos akreditasi setelah lima tahun,” tegas Azhar.

Azhar juga menekankan bahwa kegagalan dalam memperoleh akreditasi dapat berdampak pada kerjasama dengan pihak asuransi dan perizinan rumah sakit.

Oleh karena itu, ia meminta rumah sakit untuk lebih disiplin dalam mengimplementasikan program pengendalian resistensi antibiotik ini.

BACA JUGA: TP PKK Lampung Ajak Kolaborasi Kembangkan Budi Daya Anggur

Kemenkes berkomitmen untuk mencegah meningkatnya resistensi antibiotik yang berpotensi menyebabkan kematian. 

“Setiap tahunnya, sekitar 1,2 juta orang meninggal karena resistensi antibiotik, dan diperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 10 juta pada tahun 2050,” ungkap Azhar.

Ia juga menyebutkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat mengenai bahaya resistensi antibiotik menjadi salah satu penyebab masalah ini, terutama karena antibiotik sering diperoleh tanpa resep dokter.

Selain rumah sakit, Kemenkes juga akan memperketat pengawasan terhadap apotek, toko obat berizin, dan warung-warung yang menjual antibiotik tanpa pengawasan medis. Tak hanya itu, sektor pertanian juga menjadi sorotan terkait penggunaan antibiotik pada hewan ternak.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan