Setitik Bakat

foto pixabay-foto pixabay-
“Maaf, Bu. Rumah kami sedikit berantakan,” basa-basi ibu Cahya ketika menyambut kedatangan Ibu Putri.
“Nama Saya Putri, guru Bahasa Indonesia Cahya,” Ibu Putri memperkenalkan diri.
“Apa Cahya membuat masalah di sekolah sehingga Ibu datang ke rumah kami?” ayah Cahya langsung melontarkan pertanyaan kepada Ibu Puti.
Ibu Putri hanya menggeleng dan tersenyum.
“Justru sebaliknya. Saya datang kemari karena bakat yang dimiliki Cahya.”
Ayah dan Ibu menatap sang guru dengan wajah bingung.
“Tolong jelaskan dan langsung pada inti masalahnya saja, Bu Guru. Supaya kami tidak bingung,” ujar ibunya Cahaya tak mampu lagi menahan rasa penasarannya.
“Begini Ibu, Bapak, Cahya sangat berbakat dalam bidang menulis. Jadi, kami berencana untuk ….”
“Saya tidak setuju!” Ayah memotong ucapan Ibu Putri.
“Anak saya tidak akan ikut perlombaan apa pun yang berkaitan dengan menulis. Tidak akan pernah!”
“Tapi Pak, ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Cahya sangat ingin mengikuti lomba ini,” Ibu Putri coba menjelaskan dan berharap bisa mengubah sikap ayahnya Cahaya.
Sontak saja Ayah menatap Bu Putri dengan tajam. Tatapan matanya yang tajam dan raut mukanya yang berubah seketika cukup menjelaskan bahwa ia sangat tidak suka karena pembicaraannya dipotong.
“Sekali tidak, ya tidak! Cahya masuk ke kamar! Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Anda, silakan pergi dari rumah ini!” Ayah menarik tangan anak gadisnya itu menuju kamar.
“Maaf. Maafkan sikap suami saya. Saya akan berusaha membantu Cahya untuk mengikuti lomba menulis itu.” Ibu pergi menyusul Ayah dan Cahya. Ia merasa tidak enak dengan Bu Putri. Selain itu, ia juga sangat khawatir dengan anak gadisnya, Cahaya.
***