Bawaslu Diminta Usut Tuntas
Dugaan Pengerahan Aparat Desa untuk Dukung Gibran
JAKARTA - Koordinator Komite Pemilih (TePI) Indonesia Jeirry Sumampow menilai pemilu kali ini paling memprihatinkan terkait penegakan hukum.
’’Pemilu kali ini memang dalam penegakan hukumnya paling lemah. Bawaslu ini hampir tidak melakukan apa-apa selain roadshow ke mana-mana,” ujar Jeirry di Jakarta, Selasa (21/11).
Jeirry mengungkapkan pelanggaran pemilu makin terang-benderang dan dipertontonkan secara kasat mata.
“Saya kira para pejabat, peserta pemilu, dan kelompok lain itu makin terang-terangan atau ugal-ugalan dalam melakukan pelanggaran. Saya kira dalam hal tertentu pelanggaran itu disengaja,” ujar Jeirry.
Menurut dia, pelanggaran itu akan terus berulang, hanya akan pindah tempat. Kegiatan pelanggaran pemilu seperti acara deklarasi dukungan perangkat desa yang dihadiri Gibran akan terjadi lagi.
“Kegiatan itu dilakukan, mereka tahu itu pelanggaran, tetapi mereka juga tahu Bawaslu tidak bisa atau tidak mau melakukan apa-apa terhadap pelanggaran itu. Oleh karena itu, pelanggaran yang dilakukan akan makin masif sekarang,” ujar Jeirry.
Jeirry juga menyoroti rendahnya kepatuhan peserta pemilu terhadap aturan karena mereka tahu Bawaslu tidak menjalankan tugas yang semestinya.
“Jadi, ini hampir tidak ada solusinya. Kami sudah kehilangan harapan dengan perangkat penegakan hukum pemilu seperti Bawaslu,” ungkapnya.
Jeirry pun menyayangkan penegak hukum pemilu yang tidak menjalankan pengawasan dan tindakan terhadap pelanggar.
“Kelihatannya kalau begini kita tidak perlu lembaga pengawas pemilu. Karena dia ada tidak melakukan pengawasan,” pungkas Jeirry.
Direktur Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Ronny Talapessy menduga adanya deklarasi terhadap salah satu capres dalam acara Desa Bersatu di Jakarta, Sabtu lalu.
Rony mengatakan bakal melaporkan hal itu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
“Kami sedang menginventarisasi bukti-bukti yang ada, dan kami sudah siapkan juga untuk langkah hukumnya. Kami akan segera laporkan,” kata Rony.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan ada potensi pelanggaran karena tidak boleh menggunakan aparat desa dan kepala desa sebagai tim kampanye.
Dia juga menegaskan UU Pemilu mengatur soal sanksi yang bisa dikenakan kepada pelanggar yang menjalankan dan peserta Pemilu yang membiarkan hal itu terjadi.
“Tim kampanye atau tim yang ditunjuk, bisa terancam pidana, jika terbukti melakukan itu. Calonnya bisa diskualifikasi, termasuk Capres,” tegas tandas Bagja.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin mengatakan semua pihak harus menahan diri untuk tidak melakukan gerakan apapun sebelum waktu berkampanye.
“Intinya dalam konteks pejabat harus netral, siapapun itu yang menurut UU harus netral ya netral. Dan, terkait kepala desa harus netral, jika tidak, maka harus diberi sanksi,” kata Ujang.
Masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November 2023. Namun, sudah banyak kegiatan dan pernyataan dukungan.
“Bisa jadi pertemuan itu bagian daripada dukungan, di luar masa kampanye. Namun, memang bahwa sejatinya, saya melihat aparat negara yang harus netral, ya netral, termasuk Presiden Jokowi yang harus netral,” tegas Ujang.
Sebelumnya, pada pertemuan di Jakarta, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menyatakan dukungannya kepada pasangan calon Prabowo-Gibran Rakabuming.
Dalam acara tersebut, Gibran hadir, didampingi sejumlah pejabat partai pendukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo-Gibran. (jpnn/c1/abd)