Cegah TPPO di Kalangan Pelajar
EDUKASI: Polsek Menggala memberikan edukasi bahaya TPPO dan PPA kepada pelajar. - FOTO HUMAS POLRES TULANG BAWANG-
MENGGALA - Ratusan pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Tulangbawang mendapat edukasi tentang bahaya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta perlindungan perempuan dan anak (PPA).
Sebanyak 130 pelajar Tuba tersebut berasal dari SMA Negeri 1 Menggala. Rinciannya 90 pelajar perempuan dan 40 laki-laki.
Mereka yang mengikuti edukasi sejak dini bahaya TPPO dan PPA merupakan pelajar kelas XII.
Kapolsek Menggala AKP Sunaryo mengatakan, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat.
Dengan ancaman itu, sehingga diperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut.
Kata AKP Sunaryo, orang tersebut dapat berada di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
"TPPO memiliki berbagai jenis modus operandi dan eksploitasi. Ada lima jenis eksploitasi TPPO yang paling sering ditemukan," terang Kapolsek, Rabu 22 November 2023.
Lima jenis eksploitasi tersebut diantaranya: eksploitasi seksual, pengantin pesanan, eksploitasi tenaga kerja di bidang perikanan, eksploitasi anak, eksploitasi pekerja migran Indonesia (PMI), dan eksploitasi berupa transplantasi organ.
Perwira dengan balok kuning tiga dipundaknya itu menerangkan, edukasi sejak dini para pelajar SMA ini memiliki tujuan agar mereka menjadi paham dan mengerti tentang TPPO dan PPA.
"Untuk pemberantasan TPPO sudah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007," tegasnya.
Kapolsek menjelaskan, beberapa jenis eksploitasi tersebut memiliki modus operandi berbeda-beda.
Untuk eksploitasi seksual, modus operandinya biasanya berupa paksaan fisik dan psikis, perubahan dari praktik rumah bordil ke fasilitas akomodasi pribadi, maraknya tren mucikari perempuan, pendekatan melalui media sosial, perkawinan, adanya janji untuk bekerja di area pariwisata dan adanya janji program pertukaran pelajar.
Selanjutnya tentang pengantin pesanan. Modus operandinya berupa janji akan hidup dengan mapan, menikah dan tinggal dengan warga negara asing (WNA), pernikahan bisa dilakukan secara resmi atau tidak resmi di negara asal suami, perantara mendekati keluarga untuk mendukung keputusan korban, dokumen identitas dan dokumen imigrasi korban dikuasi oleh suami dan jika ingin pulang ke daerah asal diminta membayar ganti rugi kepada suami.
Kemudian ada eksploitasi tenaga kerja di bidang perikanan. Modus operandinya yakni berupa tidak mewajibkan ijazah pendidikan tinggi hanya ijazah SD dan SMP, gaji yang ditawarkan sangat tinggi, tidak disyaratkan keahlian khusus, biaya rekrutmen dan penempatan dipotongkan dari gaji yang diperoleh, pemotongan gaji yang sangat besar, kecelakaan kerja tidak ditangani oleh pemberi kerja dan mengalami kekerasan fisik serta verbal selama bekerja.