RAHMAT MIRZANI

Perpanjangan Kontrak PT Freeport hingga 2061 Dinilai Masuk Akal

Sumber Foto : Beritasatu/PT Freeport Indonesia. Ilustrasi PT. Freeport.--

JAKARTA - Pengamat tambang dari Alpha Research Database Ferdy Hasiman menilai, masuk akal dan sangat beralasan apabila PT. Freeport Indonesia meminta perpanjangan kontrak hingga 2026. 

Menurut Ferdy, pemberian izin tambang tersebut untuk mengantisipasi risiko investasi dan kepastian hukum.

Apalagi, Freeport sudah melaksanakan semua kewajibannya, yakni bersedia mengonversi kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). 

"Apalagi, Freeport sudah melaksanakan semua kewajibannya, yakni bersedia mengonversi kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Syarat menjadi IUPK, seperti menaikkan penerimaan negara, penciutan lahan, penggunaan jasa domestik, divestasi 51 persen saham, pembangunan pabrik smelter tembaga dan perpanjangan kontrak," ujar Ferdy, Jumat (20/9/).

BACA JUGA:DPT Kota Metro Lampung Naik, Ini Jumlah Terbarunya

PT. Freeport, kata Ferdy merupakan salah salah perusahaan tambang yang mengoperasikan tambang dari hulu sampai hilir. 

Di hulu, Freeport mengoperasikan tambang open-pit di Grasberg dengan kapasitas produksi 160.000 biji (emas, tembaga, dan perak) per hari.

Selain itu, Freeport juga menambang di daerah operasi yang sangat sulit dan tak mungkin bisa dilakukan perusahaan lokal, yaitu, tambang underground atau bawah tanah.

"Tambang underground ini sangat sulit dan membutuhkan investasi yang sangat besar. Investasinya juga harus jauh-jauh hari. Setelah open-pit selesai, Freeport bertumpu pada underground dan mereka sudah investasi sejak 2002 dan baru berproduksi komersial 2021. Butuh waktu hampir 20 tahun investasi untuk mulai produksi," jelas Ferdy.

BACA JUGA:Belajar dari Dua Kali Penembakan Trump

Ferdy mengatakan, selain investasi di underground, Freeport juga sudah membangun pabrik smelter berkapasitas 1,7 juta ton untuk menghasilkan konsentrat tembaga di Manyar, Gresik, Jawa Timur. 

Dana investasi yang digunakan besar hampir mencapai Rp 30 triliun. Atas dasar itu, tambang Freeport itu disebut tambang terintegrasi hulu sampai hilir.

"Kalau tambang lain kan hanya di hulu, punya konsensi tambang, lalu dijual ke pemilik smelter. Selain itu, tambang lain tak sanggup mengoperasikan tambang underground dengan investasi sangat besar. Butuh manajemen, seperti Freeport Indonesia untuk mengolah itu dan membutuhkan kepercayaan perbankan untuk memulai investasi. Kepercayaan bank itu butuh manajemen yang bersih," jelasnya.

Hal senada sebelumnya juga disampaikan oleh dosen program doktoral Universitas Borobudur Prof Faizal Caniago, yang menyebutkan permintaan perpanjangan kontrak PT Freeport hingga 2061 sangat masuk akal.

Tag
Share