RAHMAT MIRZANI

Praktisi Hukum Tanggapi Penolakan Bakal Calon Bupati Lamtim

RADAR - BACA KORAN--

BANDARLAMPUNG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung mendesak Bawaslu bertindak cepat mengusut dugaan pelanggaran etik KPU Lampung Timur, yang menolak salah satu bakal calon bupati-wakil bupati pada akhir pendaftaran.

Wakil Direktur LBH Bandarlampung Cik Ali menyampaikan terkait pemberitaan bahwa KPU Lamtim menolak salah satu bakal calon bupati dan wakil bupati pada akhir pendaftaran tanggal 4 September 2024 adalah hal yang tidak bisa dibenarkan.

’’Ini tentu sangat menodai nilai-nilai demokrasi dan melanggar hak asasi manusia (HAM) sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 43 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di mana setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tandasnya.

BACA JUGA:Kejati Bidik Tersangka Baru Korupsi PDAM Way Rilau

’’Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU/XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan seharusnya juga dijadikan acuan oleh KPU sehingga tidak ada lagi hambatan dan pelanggaran hak konstitusional warga negara,” sambungnya.

Atas peristiwa itu, LBH Bandarlampung mendorong Bawaslu agar dapat bertindak cepat melakukan penyelidikan dan mengusut tuntas pelanggaran etika penyelenggara di Lamtim. Bahkan membawa prosesnya sampai pada DKPP RI agar kejadian serupa tidak terulang di wilayah lainnya sehingga demokrasi di daerah bisa berjalan tanpa terhambat oleh hal-hal teknis.

Sementara, pengamat hukum dari Universitas Lampung (Unila) Dr. Satria Prayoga menjelaskan, pada kejadian di proses Pilkada Lamtim, diperlukan kehati-hatian KPU Lamtim mempelajari secara saksama terhadap keputusannya dalam hal menolak atau menerima pendaftaran calon bupati/wakil bupati. Karena terdapat aturan yang menjadi ancaman bagi jabatannya, sebagaimana bunyi Pasal 180 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan:

’’Setiap orang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan yang tidak memenuhi syarat sebagai mana di maksud dalam pasal 7 dan pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paing sedikit rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak rp 96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).”

Sehingga diharapkan untuk semua KPU dalam hal menerima atau menolak calon itu harus benar-benar diteliti dokumen/berkas-berkasnya jangan sampai ada indikasi perbuatan melawan hukum, sebagai mana pasal 180 ayat (2) uu no. 10/2016 tersebu. 

”Jadi, indikasi KPU Lampung Timur berbeda dengan indikasi KPU Pringsewu. Kalau KPU Lampung Timur ada indikasi dalam hal menolak calon, kalau KPU Pringsewu ada indikasi dalam hal menerima calon,” ungkap Satria Prayoga, Jumat (6/9).

Yoga –sapaan akrabnya– menjelaskan, sebagaimana pemberitaan dan fakta-fakta yang ada, bahwa terdapat calon di pringsewu yang diterima berkas-berkas pendaftarannya padahal calon itu yang berstatus masih anggota DPRD dan berstatus DPRD terpilih.

”Aturan terhadap yang berstatus Anggota DPRD harus ada surat pengunduran diri dan surat keputusan pemberhentian atas pengundruan diri. Kemudian aturan terhadap yang berstatus DPRD terpilihnya surat pemberitahuan dari partai atas pengunduran diri. Namun faktanya hal tersebut ada yang tidak bisa dipenuhi, bahwa calon tersebut pada saat mendaftar belum mundur sebagai Anggota DPRD dan masih dibuatkan SK pelantikan sebagai DPRD terpilihnya, sebagai mana yang telah beredar atas SK pemberhentian dan pengangkatan DPRD dan DPRD terpilih atas calon tersebut, untuk itu indikasi KPU Pringsewu telah melakukan suatu perbutan melawan hukum atas jabatannya akan kita tunggu apa keputusan/ketetapan yang akan diambil atas calon yang dimaksud, di tolak atau di loloskan sebagai calon kepala daerah di pringsewu?,” tegas Yoga.

Tepisah, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah menyebutkan beberapa konsentrasi dalam melakukan pemantauan pilkada di Lampung. Ada empat fokus yang menjadi sorotannya.

Keempatnya yakni pemenuhan hak pilih kelompok rentan, pencegahan konflik sosial, netralitas aparatur sipil negara (asn) dan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Tag
Share