Soal PP Kesehatan, P3M Siap Ajukan Judicial Review ke MA
PENYORTIRAN: Pekerja melakukan penyortiran daun tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. --FOTO MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS
Ali Ridho, pakar hukum dan perundang-undangan yang hadir sebagai narasumber akademisi dalam halaqah, menyampaikan, setidaknya tujuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan tembakau adalah produk legal sehingga bisa diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi anak di bawah umur. Menurutnya, PP Nomor 28 Tahun 2024 ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusi (constitutional disobidient), sebab bertentangan dengan putusan-putusan MK terkait.
"Dalam putusan MK, produk tembakau tegas disebut sebagai produk legal yang tidak dilarang untuk diproduksi, diperjualbelikan, termasuk dipromosikan dan diiklankan. Produk tembakau meskipun mengandung zat adiktif lainnya seperti morfin, opium, ganja yang penggunaannya dilarang selain untuk kepentingan kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan," tegas Ali Ridho.
Halaqah juga menyoroti ada sebelas pasal yang sangat mengkhawatirkan, antara lain: pasal tentang batas maksimal nikotin dan TAR; pasal terkait larangan penjualan dengan pembatasan jarak; penjualan eceran; kawasan tanpa rokok.
Kemudian, larangan iklan di media sosial dan pengendalian iklan di situs web dan e-commerce; standarisasi desain kemasan dan peringatan kesehatan; pembatasan iklan luar ruang. Serta larangan memberikan anjuran mengonsumsi tembakau, dan beberapa pasal karet yang bersifat multi-tafsir dan bisa memicu ketegangan dan konflik horisontal antar-aparat pemerintah dengan warga masyarakat (ma’alatul af‘al).
Dalam implementasi dan pengawasannya, menurutnya, PP Nomor 28 Tahun 2024 ini sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial antar aparat pemerintah dengan warga negara bahkan konflik horizontal antar sesama masyarakat.
Contoh pasal yang membingungkan seperti adanya larangan menjual rokok 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dan larangan rokok untuk dipajang di tempat orang lalu-lalang sulit untuk diimplementasikan dan akan membuat banyak pihak bingung saat harus diterapkan.
Penerapan pasal-pasal ini akan menimbulkan multi-tafsir, rawan praktik pungli sehingga memberikan tekanan kepada rakyat, utamanya pedagang kecil yang mendapatkan pemasukan cukup signifikan dari berjualan rokok. Sebagaimana diketahui, beban ekonomi masyarakat masih dirasa berat yang belum sepenuhnya pulih paska Covid-19.