"Alangkah baiknya pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih kepada ekonomi kerakyatan, sehingga nanti tercipta multiplier efect yang lebih positif," tambahnya.
Tidak hanya potensi kenaikan cukai rokok, Anang turut mengkhawatirkan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang dinilai mengancam keberlangsungan peritel maupun UMKM di seluruh Indonesia. Sebab jika disahkan, sejumlah pasal pengaturan tembakau dalam RPP Kesehatan seperti adanya jarak penjualan rokok sejauh 200 meter dari instansi pendidikan akan berdampak langsung kepada omzet para pedagang kecil.
"RPP Kesehatan yang terbaru ini sangat mengekang bagi penjual atau bagi peritel, baik koperasi maupun UMKM, di mana pembatasan tempat penjualan akan sangat mengganggu bagi kami. Padahal situasi ekonomi saat tengah melemah," kata Anang.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Ali Mahsun Atmo menyesalkan apabila RPP Kesehatan disahkan dengan pasal tembakau yang berlaku, terutama berkaitan dengan larangan zonasi 200 meter yang mengancam keberlangsungan pelaku usaha kecil UMKM. Ia khawatir hal ini akan betul-betul membunuh ekonomi pedagang ke depannya.
"Selaku ketua APKLI, saya menolak RPP Kesehatan tentang larangan zonasi 200 meter, juga larangan penjualan rokok eceran. Karena ini betul-betul akan membunuh ekonomi rakyat dan memberikan dampak signifikan terhadap omzet mereka, juga terhadap masyarakat ekonomi bawah untuk membeli rokok," tegasnya.
Adapun terkait kenaikan cukai 2025, Ali membenarkan adanya penurunan omzet secara signifikan yang dialami oleh para pedagang kecil akibat kenaikan cukai yang tinggi. "Perokok di republik ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Penjualnya juga banyak dari pedagang kecil dan asongan yang bergantung pada penjualan rokok," imbuhnya.
Ali turut mengkritisi pemerintah yang terkesan hipokrit dalam menetapkan regulasi, termasuk pada kebijakan kenaikan cukai rokok double digit yang sudah berlangsung selama beberapa tahun belakangan. "Pemerintah tidak jujur, kebijakan yang katanya untuk menekan jumlah perokok justru saya lihat ini untuk memperbesar pendapatan negara dari cukai rokok. Dari (target) Rp271 triliun nanti mungkin jadi Rp300 triliun per tahun. Nah ini yang saya bilang pemerintah double standard," terangnya.