Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, akar masalah pelemahan rupiah saat ini bukan lagi soal moneter. Tapi kinerja ekspor dan kemampuan fiskal. Meliputi kinerja anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN), kerangka ekonomi makro, sinyalemen pemerintah baru, pelebaran rasio utang, dan defisit anggaran.
”Makanya, pemerintah harus kembali menata ulang. Itu paling penting untuk meredam pelemahan kurs,” terangnya.
Pelemahan rupiah juga akibat para investor asing yang menarik dananya dari surat berharga negara (SBN). Padahal imbal hasil surat utang Indonesia itu masih tinggi di atas 6 persen.
”Pasar SBN penuh ketidakpastian soal rencana APBN 2025, terkait BI soal burden sharing meski sudah tidak berlanjut, tapi menjadi issue terhadap kesehatan neraca bank sentral,” tuturnya. (jpc)