JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI memiliki kinerja apik hingga September 2023. Diikuti juga dengan kualitas kredit yang terjaga pascakrisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menyatakan hingga kuartal III-2023 kinerja bank only, perseroan berhasil menurunkan LAR menjadi sebesar 13,87 persen.
Hal ini menunjukkan perbaikan karena LAR tersebut menurun jika dibandingkan dengan September tahun lalu yang sebesar 19,28 persen.
“Oleh karena itu kami optimistis bahwa tahun depan Loan at Risk (LAR) BRI akan kembali ke posisi normal seperti sebelum pandemi. Di kisaran 9% sampai 10%,” ujarnya.
Diketahui, LAR perseroan pada 2018 hanya 9,17 persen. Pada tahun berikutnya pun tak berbeda jauh yaitu 9,78 persen.
Setelah Indonesia dilanda pandemi yaitu pada 2020 LAR BRI melonjak menjadi 28,26 persen. Pada 2021 persentasenya menurun menjadi 24,11 persen, sementara sepanjang tahun lalu turun menjadi belasan persen yaitu 17,11 persen.
"Membaiknya LAR diikuti juga dengan kualitas NPL yang terjaga, di mana hingga pada akhir September 2023 tercatat NPL BRI sebesar 3,07 persen, lebih rendah 2bps dari periode yang sama tahun yang lalu," ujar Agus.
Agus menjelaskan penurunan NPL tersebut disebabkan BRI sedang melakukan upaya bersih-bersih portofolio kredit, terutama kredit restrukturisasi terdampak Covid sebagai bagian dari soft-landing strategy yang diimplementasikan sejak tahun lalu.
Tentunya, upaya ini membutuhkan cadangan risiko kredit yang cukup, di mana BRI telah melakukan pembentukan biaya CKPN yang besar selamat periode pandemi sampai 2022, dengan meningkatkan rasio Loan Loss Reserves (LLR) dari 4,4 persen di 2019 menjadi 8,21 persen di 2022.
Agus menambahkan bahwa dengan front loading yang telah dilakukan di 2020 sampai 2022, upaya untuk menjaga kualitas kredit ini berdampak terhadap cost of credit BRI yang terus membaik.
Adapun Cost of Credit (CoC) BRI hingga kuartal III-2023 berada di level 2,44 persen atau membaik jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 3,02 persen.
Di sisi lain, sebagai bagian dari soft landing strategy, BRI juga tetap menyediakan pencadangan yang memadai. Di mana sampai September 2023, LAR Coverage BRI mencapai 50,92 persen, dan akan tetap dijaga di atas 50 persen.
Namun, karena upaya bersih-bersih, portfolio tersebut dilakukan antara lain melalui hapus buku pinjaman NPL, maka NPL Coverage BRI turun ke level 228,65 persen. Namun, demikian rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan level pre-pandemic sebesar 185,9 persen di 2018 dan 154,63 persen pada 2019.
Agus menjelaskan penurunan NPL coverage ini adalah strategi BRI untuk melakukan hapus buku terhadap kredit-kredit UMKM, terutama di segmen mikro dan kecil, yang terdampak Covid-19 dan tidak dilakukan restrukturisasi lanjutan.
Dengan demikian, strategi BRI dalam menghadapi kondisi saat ini sejalan dengan kebijakan relaksasi dari OJK yang akan berakhir di Maret 2024. Sebab, lanjut dia, dampak dari pandemi Covid-19 terhadap kredit yang direstrukturisasi belum tentu 100 persen berhasil.
Dengan LLR di kisaran 7,0 persen atau jauh diatas rasio tahun-tahun sebelum pandemic yaitu 3,0 persen hingga 4,5 persen. Bahkan, khusus LLR pada portofolio kredit restrukturisasi Covid mencapai level 34,7 persen. Maka cadangan kerugian kredit BRI masih dirasa cukup untuk meng-cover potensi pemburukan pada 2024. “Dengan posisi LAR Coverage di atas 50 persen dan NPL Coverage di atas 200 persen, cadangan BRI masih cukup untuk mengantisipasi risiko pemburukan di tahun 2024”, pungkas Agus. (jpnn/c1/abd)